.

.

Selasa, 01 April 2014

Sakit dan Kematian

Wahai... Pemilik nyawaku

Betapa lemah diriku ini
Berat ujian dariMu
Kupasrahkan semua padaMu

Tuhan... Baru ku sadar
Indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur
Kini kuharapkan cintaMu

Kata-kata cinta terucap indah
Mengalun berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku
Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya Ilahi....
Muhasabah cintaku...

Tuhan... Kuatkan aku
Lindungiku dari putus asa
Jika ku harus mati
Pertemukan aku denganMu

(EdCoustic – Muhasabah Cinta)

Mengingat lirik lagu nasyid ini, kita bisa menafsirkan bahwa kandungan dari nasyid ini adalah untuk mengajak kita bermuhasabah diri. Khususnya ketika sedang mengalami sakit. Ketika sakit itulah Allah menguji keimanan kita. Apakah sakit yang kita alami menambah ketakwaan kita kepada Allah atau sebaliknya “mengkufuri”-Nya? Semua itu adalah ujian dari Allah agar meningkatkan derajat keimanan kita jika kita melaluinya dengan sabar dan ikhlas.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157)

Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah menyampaikan bahwa sakit yang dialami seorang Muslim dapat menjadi penggugur dosanya. Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.  (HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).

Namun salah satu pelajaran yang penting ketika kita sedang sakit adalah saat itulah kematian sedang mengintai kita. Bisa jadi ketika kita mendapat ujian tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut nyawa kita. Dalam kondisi sabar atau putus asa kah ketika maut menjemput kita?

Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada kita bahwa dalam menghadapi sakit, kita harus bersabar. “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157)

Sakit Dekat dengan Kematian

Banyak kisah nyata yang telah terbukti bahwa saat seseorang sedang mengalami sakit, saat itulah kematian dekat dengannya. Ada yang sakit berkepanjangan (misal Tumor, Kangker, dll), setelah beberapa bulan, akhirnya Allah mentakdirkan orang tersebut meninggal. Adapula orang yang baru sakit beberapa hari atau bahkan belum sampai sehari, tapi Allah mentakdirkannya meninggal. Tentunya semua itu adalah takdir yang telah Allah tuliskan dalam Lauhful Mahfudz.

Teringat kisah dua tahun lalu, ketika saya mengalami penyakit Hepatitits A, saya dirawat di rumah sakit Tebet – Jakarta. Saya mendapat teman kamar seorang yang mendapat penyakit komplikasi. Umur bapak itu belum terlalu tua. Mungkin baru sekitar 40-an. Beliau mengalami struk setengah badan, gagal ginjal, bahkan seminggu sekali harus melakukan “ritual” cuci darah yang memakan tidak sedikit biaya. Sudah sekitar 2 tahun beliau mendapat cobaan tersebut. Beliau sangat sabar menerima cobaan yang diberikan oleh Allah. Ada faktor lain ternyata yang membuat keteguhan kesabarannya, yaitu seorang Istri Solehah yang selalu berada disampingnya. Yang selalu menyemangatinya ketika sang bapak sedang jenuh. Terus menerus menemani disampingnya sepanjang hari. Tanpa rasa keluhan. Subhanallah. Istri Sholehah, dambaan bagi setiap insan. Meneguhkan ketika sedang jatuh, menghibur ketika jenuh melanda. Berusaha terus tersenyum walau hatinya sakit.

Seminggu berlalu, saya bersama mereka dalam ruangan rawat inap di Rumah Sakit tersebut. Namun, ada peristiwa yang tidak saya sangka sebelumnya. Dalam sebuah malam, ketika mata sayup-sayup, bapak yang mengalami penyakit itu meronta-ronta mengeluhkan penyakitnya. Bahkan beliau mengatakan sudah tidak kuat lagi. Suasanapun menjadi hening dan bercampur air mata. Saya hanya bisa mendengarkan dan terdiam saja. Namun, istrinya tetap memberi semangat kepada bapak itu. Alhamdulillah setelah kurang lebih satu jam mediasi, akhirnya bapak itu kembali tenang. Kondisi yang sangat aneh. Padahal malam-malam sebelumnya bapak itu tak pernah mengeluh. Inilah yang dimaksud, “Al-imaanu Yazid wa Yankus”, Iman itu naik dan turun. Tergantung bagaimana kita membingkainya dengan ketaatan kepada Allah.

Dari kisah tersebut bisa dijelaskan bahwa saat sakit menimpa, antara sabar dan megeluh itu bisa saja terjadi kapanpun. Tergantung kondisi keimanan kita. Bisa jadi Allah mencabut nyawa kita ketika sedang mengeluh? Atau saat kita sedang kesabaran yang tinggi?

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bersikap sabar ketika sakit menimpa. Sabar dan Ikhlas. Agar menjadi penggugur dosa. Agar ketika Allah mentakdirkan mencabut nyawa kita, saat kepasrahan kepada-Nya yang mendalam.

Bukan hanya sakit yang dekat dengan kematian, dalam kondisi apapun sebenarnya kita dekat dengan kematian. Namun bagaimana kita membingkai kematian tersebut menjadi kematian yang indah dengan Husnul Khotimah atau sebagai Syuhada di Jalan-Nya.

Dan apakah kita sudah layak mendapat Nikmat Syurga-Nya ketika kematian menjemput kita?
Sudah berapa banyak amal yang kita lakukan untuk menghadap-Nya?
Sudah berapa ikhlas amal yang kita lakukan karena-Nya?
Sudah berapa berat timbangan kebaikan kita ketika Yaumul Mizan kelak?
Sudahkah diri ini bersih di Hadapan-Nya?

Siapkan seni kematian terbaik kita dari sekarang. Bisa jadi dengan cara Allah memberi kita sakit yang berkepanjangan, atau dalam kondisi apapun. Persiapkan dari sekarang. Jadikan setiap waktu kita selalu diawasi oleh Allah SWT.

Teringat pula dengan lirik nasyid yang sering ku putar saat Hepatitis “menyerang” tubuhku selama hampir satu tahun.

Kumandang cinta bergema hingga kehati
Lafaz-lafaz asmara memanggil jiwa yang rapuh
Rapuhnya aku Kau maha tahu
Pagi siang malam dunia yang kutuju
Saat kujatuh baru kusadar Kau lah segalanya

Tuhan kuangkat kedua tanganku
Sudikah Engkau menerima cintaku
Berdarah-darah akan kutempuh
Menggapai tarikat cintaMu

Tujuh surga pun aku tak pantas
Menerima diri yang bersimbah dosa
Kuharap cinta dan ampunanMu
Setinggi arasy-Mu seluas semesta cinta

(7 Surga – EdCoustic)

0 komentar:

Posting Komentar

Iklan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites