.

.

Senin, 21 April 2014

Jika Hari Ini Hari Terakhirku

     Di belantara ibu kota, bintang yang bersinar seakan menyapa untuk hari esok, cahaya lampu mewarnai kota Jakarta setiap malamnya, sesekali terdengar suara bising kendaraan yang membuat Afifah bangun dari dunia mimpinya. Kini semua lenyap seketika bermunajat kepadNya di sepertiga malam. Teruntuk Allah yang menjadikan hari-hariku indah dengan adanya  Engkau, izinkan aku berbicara beberapa hal kepadaMu. Jadikan aku orang-orang yang senantiasa berada dijalanMu, usap lembut hatiku ketika seribu masalah datang menyapa. Robb, diatas sajadah yang ku bentang ini, ku pasrahkan semua keluh kesah yang ku rasakan. Sesak dadaku menangis pilu saat ku uraikan dosa-dosaku, di hadapanMu ku tiada artinya. Aku ingin menjadi wanita yang bergelar Syahidah ketika menghadapMu.
            Isak tangis Afifah tak bisa di bendung saat ia mengingat perkataan Dokter Fikri dua minggu lalu bahwa dirinya positif terkena penyakit Leukimia, penyakit mematikan itu yang membuat dirinya lemah akhir-akhir ini dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit selama lima belas hari.
            Pagi harinya… Ia yang tercatat sebagai pelajar kalas dua di SMA Harapan Bangsa itu kembali menjalankan aktivitasnya sebagai seorang pelajar sekaligus berkecimpung  di dunia dakwah sekolah. Afifah terlihat anggun dengan jilbab lebarnya, ada sendu dibalik wajah cerianya, namun sebisa mungkin ia sembunyikan dari Abi-Umminya.
             “Assalamu’alaikum, anak abi yang tangguh, gimana keadaannya? Sudah membaikkah?” sapa Abi dengan senyuman,
            “Wa’alaikumussalam, Alhamdulillah. Sudah membaik, Bi,” jawab Afifah membalas senyum berusaha untuk tegar dan positive thinking menjadikan penyakit tersebut cobaan untuk orang-orang pilihanNya. Bukankah ketika Allah ingin menaikkan derajat seseorang maka Dia akan memberikan cobaan yang lebih berat dari sebelumnya? Ibarat pohon semakin tinggi, maka semakin kuat angin yang menerpanya.
            “Sayang, kondisimu masi lemah, jadi tolong kurangi organisasimu. Ini bekal makanan untukmu di sekolah” saran Ummi sambil menyodorkan sebuah kotak nasi. Wajahnya penuh harap sekaligus iba melihat putri kecilnya tampak menyembunyikan sakitnya. Sekeras apapun kau menyembunyikan rasa sakitmu di depan orang, nak, tapi kamu tak bisa menyembunyikannya dari umi mu.  
             “Iya, Ummi. Bidadari dunia akhirat milik Abi,” ledeknya sambil nyengir, “ Organisasi akan aku kurangi tapi tidak dengan dakwah”
            “Yasudah, mau berangkat sekolah kan? Ayo, bareng Abi sekalian berangkat kerja!”

                                                                        ***
            Hari ini tepatnya hari Rabu, seperti biasa jadwalnya anak Rohis untuk mentoring sepulang sekolah. Afifah duduk di halaman masjid sekolah sembari menunggu teman-teman Rohis lainnya. Duhai Allah, badanku lemas sekali, dadaku sesak, rasanya sulit sekali bernafas. Ingin rasanya aku terbaring menjatuhkan tubuhku. Ahhhh… Sudah tiga bulan aku mengidap penyakit ini. “Aku harus kuat. Harus! Aku gak boleh kalah sama penyakitku. Ingat, Afif. Ingat. Dia yang mendatangkan penyakit, Dia juga yang menyambuhkan. Tegarlah. Allah bersamamu! Dia sebaik-baik Penolong, ” batin Afifah ikut berbicara menghibur dirinya sendiri.
            Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki berpijak, dilihatnya segerombolan akhwat ROHIS berjalan mendekatinya dengan semangat dan wajah ceria mereka. Subhanallah…terima kasih Allah, semoga makin banyak pejuang agamu-Mu yang Kau kirim ke dunia sebagai generasiMu, Inna fatahnaa laka fat-han mubiinaa.
            “Assalamu’alikum, ukhti. Sendirian aja. Gak masuk?” sapa ketua keputrian, Fildzah namanya.             “Wa’alaikumussalam. Ana nunggu kalian, mujahidah-mujahidah Allah”
            “Wajah anti pucat sekali, anti sakit?” Tegur sahabatnya, Hasna. Kekhawatiran terlihat pada ekspresi wajah mereka.
            Afifah tersenyum,  “Insya Allah, ana gak apa-apa kok, ukhti”
            “Yasudah. Kalau memang seperti itu, lebih baik kita masuk ke dalam. Teman yang lain sudah menunggu”
            Materi mentoring hari ini, Ketika Aktivis Menjadi Pemimpin, yang diisi oleh ketua Rohis SMA Harapan Bangsa, Farhan Abdullah Fatihan. Kajiannya penuh makna. Sangat.
            “Sahabat Fillah, persiapkan bekal dan jangan ragu untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin yang adil, yang tidak memandang tinggi rendahnya seseorang, dan jangan pernah ragu  untuk mewujudkan semua impianmu itu karena impian tidak akan tercapai jika kau ragu impianmu akan tercaai dank au tak berani mewujudkannya. Jangan hiraukan mereka yang berusaha untuk menjatuhkanmu, karena mereka akan kalah dengan sendirinya ketika melihatmu masih berdiri tegak. Tapi yang perlu dipahami adalah ketika kalian merasa lemah tak berdaya untuk melakukannya, ingatlah bahwa Allah menitipkan kekuatan disetiap kelemahan. Kalau iman yang sudah berbicara, apalagi yang kalian ragukan? Bukankah segalanya akan menjadi ringan dan mudah?”
            “Allahu Akbar, Astaghfirullah. Anggota badanku terasa sakit semua, terutama dibagian tulang dan persendian” Afifah menjerit kesakitan.
            “Afif, anti kenapa? Anti sakit?” Hasna ngeri sekali melihat sahabatnya itu mengaduh kesakitan.    Tiba-tiba. Tubuh  Afifah  jatuh dipangkuan Hasna.
                                                                        ***
            Kejadian sore itu, membuat Abi-Ummi Afifah cemas, terlebih lagi anak bungsu mereka harus masik ruang ICU. Jari-jari Abi menekan tombol handphone, memberikan kabar tentang adiknya ke Kak Fahri, anak sulung yang sedang menjalankan S2 jurusan Syariah di luar kota. Di kursi ruang tunggu terlihat Ummi, panik, sambil mengeluarkan asama-asma Allah. Teman akhwat Rohis Afif, sebagian hanya menundukkan kepala menahan tangis, sebagian lagi membaca ayat-ayat Allah setelah melaksanakan sholat maghrib.
            Jam menunjukkan pukul 21:24, belum ada tanda-tanda pekembangan. Dokter Fikri dibantu suster berusaha memberikan yang terbaik untuk Afifah, banyak infusan terpasang ditubuhnya. Namun Allah berkehendak lain, Afifah menghembuskan nafas terakhir. Ummi di ruang lobi tertegun melihat suster melepas infus dari tubuh Afifah, beliau bingung kenapa Dokter Fatih malah menuju pintu ruangan? Apakah itu artinya kondisi Afifah telah membaik sehingga tak perlu terpasang peralatan medis itu? Lalu bagaimana dengan anakku? Ummi penuh dengan tanda tanya. Abi, teman-teman, termasuk Kak Fahri yang baru sampai berdiri penuh harap akan adanya kabar baik untuk adiknya. Tapi, umur, rezeki, kematian semua sudah tercatat dalam lauh mahfudz. Tidak ada seorang pun yang tahu kecuali Dia. Semua yang bernyawa pasti akan meninggalkan dunia, sesuci apapun makhluk itu.
            “Maafkan saya, bapak-ibu,” Dokter Fikri berkata lirih menundukkan kepala, “semua diluar rencana. Afifah sudah menghadapNya”
            “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un” ucap semua berbarengan dengan nada yang terdengar sesak.
            Disela-sela kesedihan, dokter Fikri menyerahkan selembar kertas kepada Abi, “Dan ini, pak. Saya melihat sepucuk surat yang Afifah pegang ketika beliau sedang kritis”
            Setelah menerima sepucuk surat. Abi pun menyerahkan surat itu ke Kak Fahri untuk membacakannya karena Abi masih shock. Beliau belum siap menerima kenyataan pahit ini. Dengan membaca Basmallah, dibuka dan dibacakannya surat tersebut.
UntukMu dan untuk orang-orang yang Afifah cintai KarenaMu
Jika kelak aku tertidur lama, mungkin aku butuh istirahat yang cukup panjang, mungkin semua perjuangan sakitku sudah selesai
Karena Afifah tahu, Allah sangat sayang sama Afif. Dia mengetahui kalu Afif jauh lebih takut kehilangan kalian
Allahu Robbi,
Jika hari ini hari terakhirku, aku ingin menjunjung Tauhid di atas kepalaku, dan musyrik ku injak dengan kakiku, hukum Illahi ku angkat tinggi dengan tanganku, dan kafir akan ku tebas dengan pedangku.
Abi,
Jika hari ini hari terakhirku, aku ingin bertanya kepadamu
Abi, aku heran kepada orang yang mengejar dunia padahal kematian terus mengincarnya,  dan kepada orang yang melalaikan kematian padahal maut tak pernah lalai terhadapnya, dan kepada orang yang tertawa lebar sepenuh mulutnya padahal tidak tahu apakah Tuhannya Ridho atau murka terhadapnya?
Ummi,
Jika hari ini hari terakhirku, aku ingin berkata kepadamu Ummi bidadari dunia dan syurgaNya
Dari cintamu aku memandang bahwa pengorbanan yang ikhlas memang selalu bersama airmata. Ummi orang terhebat yang Afif kenal, karena Ummi Afif kuat, karena Ummi Afif bisa terus tersenyum meski terkadang rasa sakit ini datang.
Kakakku, Ka Fahri
Jika hari ini hari terakhirku, ketahuilah bahwa aku sangat mencintai Kakak
Jangan pernah memandang dirimu rendah, bagi dunia Kakak mungkin hanya seseorang, tapi bagi seseorang Kakak mungkin dunianya. Ingatlah, tak ada keadaan yang menyedihkan kecuali dari anak pemuda yang pesimis. “Al Ilmu nurun wal jahlu zhulmun” Ilmu itu cahaya sedangkan kebodohan itu kegelapan.
Teman-teman Rohisku
Jujur, aku rindu. Rindu perjuangan bersama kalian, aku rindu disaat kita hujan-hujanan menghadiri liqo, aku rindu panas-panasan bersama kalian sampai nyasar buat syuro, rindu dauroh bersama kalian dengan ongkos pas-pasan.
Teman, jika hari ini hari terakhirku, aku ingin mengatakan seperti apa yang dikatakan Hasan Al-Banna
Jika mereka bertanya kepadamu tentang semangat jawablah bahwa bara itu masih tersemat dalam dadamu! Bahwa api itu masih bersemayam dalam dirimu! Bahwa matahari itu masi terbit di hatimu! Bahwa letupan itu siap meledak dalam duniamu! Katakan itu kepada mereka, orang-orang yang ragu kemampuan dirimu, karena mimpimu saat ini adalah kenyataan untuk esok.
Aku Mencintai kalian karena Allah dan berharap semoga kita dipertemukan kembali di syurgaNya.
Maafkan diriku, atas segala khilafku
                                                                                                                        -Afifah-
            Subhanallah, Ahabbakallazii ahbabtanii lahu… Allah Maha Tahu dari apa yang kita rencanakan, sebaik-baik rencana yang kita buat, tapi Dia telah mempunyai rencana tersendiri. Setiap hal yang Allah berikan, baik suka ataupun tidak pasti ada ridho-Nya.


oleh : (Shofiah Mumtaz)
dikutip dari buku "Bisik Rindu dari Masjid Sekolah"

0 komentar:

Posting Komentar

Iklan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites