.

.

Muhammad : 7

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik [Al-Imran : 110]

As-Shof : 4

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.[As-Shof : 4]

Bergerak atau Tergantikan

“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”

Hidup Mulia atau Mati Syahid

Ketika Kau Lahir di Dunia dengan Tangisan, Dunia Gembira Riang Menyambutmu. Ketika Kau Gugur sebagai Pahlawan, Dunia Mengangisimu, Namun Ruhmu gembira menyambut Syurga-Nya

Kita adalah Penyeru

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik [Al-Imran : 110]

Selasa, 03 Juni 2014

Sudah Layak-kah Kita Disebut Sebagai Pemakmur Masjid

Menara Masjid Al-Hurriyyah IPB, Bogor
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka (17) Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (18)” (Q.S. At-Taubah : 17-18) 

 Mendengar dan melihat ayat ini, sungguh begitu menusuk sangat dalam diri kita. Bahwasannya, sudahkah kita layak disebut sebagai “pemakmur masjid”?

Berikut beberapa indikator yang dapat saya sampaikan untuk dapat disebut sebagai Pemakmur Masjid. Dan ini akan berimplikasi kepada manajemen pemakmuran masjid.

1. Beriman Kepada Allah dan Hari Kemudian
 Kita semua mengetahui apa itu arti kata iman, yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melakukan dengan perbuatan. Mereka tak ragu-ragu untuk menyatakan keimananya kepada Allah dan Hari Kemudian. Lebih hematnya, mereka “Bangga Disebut Sebagai Seorang Muslim”. Melakukan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Tanpa Ragu sedikitpun.

2. Mendirikan Sholat
Mendirikan sholat tidak sama hal nya dengan melaksanakan sholat. Melaksanakan sholat adalah sekedar menunaikan kewajiban saja. Namun mendirikan sholat, lebih mendalam dari hal tersebut. Kita dapat membaginya menjadi 3 bagian mendirikan sholat.

a) Sebelum Sholat
Banyak diantara kita yang menyepelekai masalah ini. Ketika adzan berkumandang, bahkan hati kita masih terbesit pada hal-hal duniawi. Tidak langsung respect terhadap panggilan Allah yang suci ini. Mayoritas diantara kita, berangkat menuju masjid untuk sholat berjamaah ketika iqomah dikumandangkan. Dengan berbagai macam kesibukan duniawi dan menunda-nunda waktu. Bahkan tak sedikit diantara kita, ketika melakukan rapat dan acara dan membentur waktu sholat, maka dibiarkan saja. Melewati waktu sholat dan “menganak tirikannya”. Memang seberapa besar acara kita? Bukankah Allah masih lebih besar dari acara kita? “Sebesar-besarnya acara yang kita buat, masih lebih besar Allah diatas segalanya”. Dan yang sangat mirisnya, ketika kita sedang berada di lingkungan masjid (misal : asrama masjid, aula, tempat rapat, dsb), terlalu memudahkan panggilan adzan ini. Allahummaghfirlana

b) Ketika Sholat
Ketika sholat tiba, masih banyak diantara kita yang belum bisa memfokuskan fikiran dan hati. Menggapai sholat khusu yang dicontohkan Rasulullah itu sangat sulit. Kita harus meninggalkan hal-hal duniawi yang terus membisikan hati ketika sholat tiba. Bahkan tak jarang diantara kita ketika sholat berjamaah ingin dilihat orang yang sholeh. Astaghfirullah. Jaga hati, jaga fikiran dan sholat khusu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah.

c) Setelah Sholat
Hal ini pun sering dilupakan oleh kita. Pasca melakukan sholat, banyak diantara kita yang segera bergegas untuk mengejar hal duniawi. Segera kabur, dzikir lewat gadget, sms, lihat WA, lihat twitter dsb. “Berdzikir dengan HP”. Bagus seandainya kita memanfaatkan teknologi untuk mendekatkan diri di hadapan Allah. Tapi jika melalaikan kita, sungguh sangat tercela apa yang kita lakukan. Bagi seorang pendiri sholat, layaknya dia mengamalkan sholatnya. Mengimplementasikan terhadap kegiatan sehari-hari. Dengan begitu, maka insyaAllah sholat akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan tahukah kita bahwa Sholat ini yang menjadi indikator amalan seseorang di hari akhir nanti? Jika baik sholat nya, maka insyaAllah semua amalnya akan baik pula

3. Menunaikan Zakat
 Zakat adalah salah satu rukun Islam yang sudah familiar kita dengar sejak kecil. Bahkan telah kita hafal sejak kecil. Ingatkah kita pada Zaman Kholifah Umar Bin Abdul Aziz ketika penduduknya tak ada satupun yang mau menerima zakat? Karena penduduknya sudah sangat makmur dan berkecukupan. Bahkan sangat sulit untuk memberikan zakat kepada yang membutuhkan pada zaman itu. Maka tak heran, Umar Bin Abdul Aziz disebut sebagai Kholifahurrasyidin yang ke-5. Zakat sebagai indokator makmurnya sebuah negeri. Lalu, apakah kita sudah membiasakan diri untuk berzakat? Atau bersedekah secara rutin?

4. Tidak Takut Selain kepada Allah
Layaknya seorang muslim adalah mereka yang mengutamakan hak Allah diatas segalanya. Dalam implementasi kehidupan sehari-hari, mereka menjadikan Islam sebagai “Way to Life”. Karena dengan begitu, mereka merasa sangat nyaman menjalani kehidupan dunia ini yang penuh dengan tipu daya dunia. Mereka meyakini bahwa “amar ma’ruf nahi munkar” adalah bagian dari jalan hidup mereka. Ketika melihat kezoliman, mereka bergegas dengan tindakan, harta atau hati mereka untuk menyingkirkan debu-debu kezoliman itu. Jika ada yang membuat kebisingan dan menganggu jamaah di masjid, mereka langsung respect to system, people, and time untuk memberi pelayanan di masjid. Mengatakan yang benar adalah benar dan salah adalah salah. Namun dengan cara yang hikmah dan perkataan baik. Jika sudah tak bisa dibicarakan dengan cara baik, maka mereka akan bergegas dengan metode yang lebih dari itu. Karena hakikatnya kita adalah penyeru, bukan sang hakim yang layak menghakimi.

Itulah beberapa indikator sebagi pemakmur masjid. Jika indikator-indikator itu dijalani dengan baik, insyaAllah sistem manajemen masjid dan apapun kegiatan di masjid akan terlaksana dengan baik. Karena hikmah dari beberapa indikator diatas adalah melatih dan mempertahankan keimanan, menjaga waktu, menjaga perasaan orang, belajar untuk berani mengatakan hal yang benar, berbagi, saling peduli dan banyak yang kita dapat jika kita menjalani indikator-indikator diatas dengan sungguh-sungguh.

Tentunya penulis disini masih sangat jauh daripada hal yang diharapkan. Penulis khususnya mengingatkan kepada diri sendiri dan kita semua agar bisa menjadi pemakmur masjid yang idel. Dan insyaAllah, maka Allah akan menurunkan keberkahan kepada siapa yang Dia kehendaki.


Asrama Al-Hurriyyah
Siang Hari yang Membara
3 Juni 2014 | 14.03

Senin, 02 Juni 2014

Masjid Al-Hikmah yang Menjadi Titik Perubahanku


"Setiap orang mempunyai kisahnya sendiri dalam titik perubahan menjadi lebih baik"
(Ubaidah, 2014)

Inilah kisah masa silamku. Aku sangat bersyukur tak henti-hentinya di hadapan Allah. Karena aku di lahirkan dan dibesarkan di dalam lingkungan yang sangat kondusif. Tidak banyak orang yang mendapatkan lingkungan yang kondusif semenjak kecil. Bahkan kata seorang yang pernah ku kenal. "Saat besar nanti, aku tidak mau jauh-jauh dari lingkungan Masjid ini. Karena kondisinya yang sangat kondusif dan kehadirannya mewarnai masyarakat dengan nilai-nilai ke-Islaman".

Seberapa kondusifnya lingkungan ini? Mari simak sedikit cerita yang ku ingat.

Masjid Al-Hikmah | Bertempat di Jl. Bangka 2 no. 24 RT 008/03, Pela Mampang - Jakarta Selatan

#LTQA Masjid Al-Hikmah
 
Sejak aku menginjak usia dini, aku belum mengerti tentang apa-apa terhadap masjid ini. Semenjak aku diizinkan untuk masuk sekolah Sekolah Persiapan (atau sama saja dengan TK) Al-Hikmah, aku diizinkan pula untuk mengikuti Program LTQA (Lembaga Tilawatil Quran Anak) Masjid Al-Hikmah ini. Memang sudah menjadi tradisi yang mendarah daging di lingkungan ini. Ketika anak-anak menginjak usia sekolah, pasti mereka di haruskan untuk mengikuti progam ini. Sekolah reguler di pagi harinya dan mengikuti LTQA di sore harinya.

Saat itu, aku masih menjadi follower saja. Mengikuti tahap demi tahap program LTQA tersebut hingga menginjak usia kelas 6 MI (Madrasah Ibtidaiyah atau sama saja dengan SD). Rata-rata diantara mereka yang sudah kelas 4-6 SD, memiliki hafalan minimal 4 juz Al-Quran (juz 30, 29, 28, dan 27). Namun, saat itu aku masih sangat "bandel" sehingga hafalanku tak seperti mereka. Aku hanya berhasil menghabiskan Juz 30 dan beberapa surat Juz 29. Dan aku sempat patah semangat dan sering "bolos" ketika menginjak usia kelas 6 SD (karena sering main Game dan Nongkrong bersama teman-teman :)

Bahkan tak sedikit dari mereka yang berhasil menyelesaikan Hafalannya dari 10 Juz sampai 30 Juz dengan sempurna.

Antara orang tua dan anak-anaknya, saling bekerja sama untuk menjadi generasi Qurani.
Lingkungan Masjid Al-Hikmah juga dikenal dengan sebutan "Daerah Ustadz". Karena banyak sekali ustadz2 dan tokoh2 berpengaruh berasal dari sana.

#Sekolah SD-SMA bahkan Kuliah yang Kondusif

Di lingkungan masjid ini, terdapat beberpa jenjang sekolah yang sangat kondusif. Mulai dari usia dini, kami diajarkan materi seputar Ke-Islaman. Mulai dari Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Islam, kegiatan2 yang aplikatif dan sebagainya. Tak jarang juga sekolah-sekolah di masjid ini menjadi juara di berbagai perlombaan umum (seperti Matematika, Robotika, dll). Mulai dari jenjang dasar sekali, yaitu Persiapan Sekolah dan TK Al-Hikmah. Di jenjang Sekolah Dasar, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Di jenjang SMP, masjid ini menyediakan Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT). Di jenjang SMA, masjid ini juga menyediakan Madrasah Aliyah (MA). Bahkan di jenjang perkuliahan masjid ini menyediakan Sekolah Tinggi Dirosat Islamiyah (STID) dan Sekolah Tinggu Ilmu Ushuludin (STIU) Al-Hikmah.

Tak heran banya orang dari berbagai daerah bahkan luar negeri yang menempuh studi di masjid ini. Karena pada zaman mulanya, perkembangan Islam di Indonesia ketika tahun 1980-an sering terjadi intimidasi dari Rezim Orde Baru. Tempat ini lah menjadi salah satu tempat bersejarah dalam perkembangan Ke-Islaman melalui Dunia Quran dan Harokah Tarbiyah yang saat ini dapat kita nikmati dengan seksama. (konon katanya ketika zaman dahulu, ketika mau mengaji saja harus mengangkat sendal-sepatu masukin ke dalam rumah dan sembunyi-sembunyi, ini adalah pengalaman Abi-ku)

#Ramadhan Penuh Kenangan

 Menjelang Bulan Suci Ramadhan tiba, Masjid ini selalu mengadakan agenda Rutin Tarhib Ramadhan (menyambut datangnya bulan Ramadhan). Mulai dari kegiatan fetival ke-Islaman, Bazzar, Kajian menyambut Ramadhan, Bakti Sosial, dan sebagainya. Pemateri kajian ini berasal dari pemateri2 yang sangat luar biasa. Aku sungguh sangat beruntung bisa menikmati kegiatan demi kegiatan di masjid ini.



Subhanallah, inilah Ramadhan di Masjid Al-Hikmah. Dengan membaca 1 Juz / 1 Malam Sholat Taraweh selama Ramadhan. Jadi, dalam 30 hari kita mengikuti Taraweh, kita sudah khatam Quran. Bahkan ketika 10 Hari terkahir, masjid ini memfasilitasi untuk menjalankan Qiyamulail Tahajud dengan membaca 3 Juz sekaligus setiap malamnya. 10 Hari ikut Tahajud, kita sudah Khatam Quran juga. Subhanallah
Para Imam Sholat Taraweh yang Hafizh Quran 30 Juz

Jamah Taraweh dan Tahajud yang Menyimak Bacaan Imam

Banyak orang dari sekitar  Jakarta dan berbagai daerah penjuru Indonesia yang menghabiskan Ramadhannya di Masjid ini. Bahkan saya sempat kaget, ada seorang keluarga bersama anak-anak kecilnya yang berasal dari Nusa Tenggara Barat untuk mengikuti Program Itikaf di Masjid ini. Dan ada pula mereka yang berdatangan dari luar negeri.


Banyak pula orang-orang penting di negeri ini mengikuti program Ramadhan di Masjid ini. Seperti Ustadz Hidayat Nurwahid, Ustadz Anis Matta, Ustadz Tifatul Sembiring, dan banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


Dan aku sangat tercengang ketika Masjid ini meluncurkan Program Malam 1000 kali Khatam Quran selama Ramadhan. Ternyata program ini disambut baik oleh Masyarakat sekitar. Bahkan melebihi target hingga 2000 lebih Khatam Quran selama Ramadhan. Bahkan sekarang sudah mencapai 10.000 kali khatam quran

Pernah sesekali ku menyaksikan, seorang anak yang baru berusia SD, sudah khatam 3 kali di hari 10 Ramadhan. #Subhanallah. Anak SD nya saja sudah begitu, apalagi mereka yang sudah besar?

Tak heran, mengapa Abi dan Umi ku akan memberikan hadiah ketika aku dan adikku berhasil khatam Quran selama Ramadhan. Dan rata-rata orang tua di lingkungan Masjid itu, melakukan yang sama. Menyemangati anak-anaknya untuk dekat dengan Quran.

#Program Rutin

Secara tidak langsung, Masjid ini dipenuhi dengan kegiatan2 Islam yang Rutin. Seperti pengajian (halaqoh) para penduduk sekitar, LTQA, program Ramadhan, Idul Adha, Kajian-Kajian Islam, Sehari bersama Quran, Tasmi Quran 30 Juz dalam sehari, Perlombaan Quran, dan berbagai macam kegiatan yang membuat Masjid ini hidup.
Peserta Tarhib Ramadhan berdatangan dari berbagai daerah
#Baru Tersadar

Kini, aku hanya bisa mengingat masa2 indah itu. Banyak diantara teman2 seangkatanku yang telah selesai hafalannya 30 Juz Quran. Dahulu, aku masih sangat "bandel" sehingga tidak mengikuti kegiatan2 di Masjid itu dengan baik. Bahkan aku pernah terjebak dalam "kesesatan hidup" saat berinjak di usia SMP Negeri kelas 1. Namun alhamdulillah, Allah masih menegurku. Aku mulai mengikuti pengajian Halaqoh sejak usia 2 SMP. Dan bergabung bersama Rohis SMPN 141 Jakarta. Dan di usia SMA, aku mengikuti Organisasi di Masjid ini. Menjadi bagian dari Panitia Pelaksaan Pembangunan dan Renovasi Masjid Al-Hikmah dan Himpunan Pemuda Masjid Al-Hikmah (HAMASAH).

Namun, kini aku sudah jarang tinggal disana. Karena kini, aku harus menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

Al-Hikmah, aku Rindu Padamu...

Masjid Al-Hikmah Pra Renovasi

Masjid Al-Hikmah Tahap Renovasi

Maket Renovasi Masjid Al-Hikmah












Minggu, 01 Juni 2014

Aku Bosan Baca Qur’an

Entah mengapa seringkali aku begitu emosional. Sehingga nalar kadang tak pernah dipertimbangkan. Begitupun saat kubuka Buku itu: Al Qur’an, untuk yang sekian kalinya. Bahkan akupun lupa sudah berapa kali aku menghatamkannya. Atau belum sama sekali jangan-jangan. Ramadhan-ramadhan kulalui bersamanya dengan bahagia tanpa kutahu kitab apa sebenarnya yang ku baca. Apakah ia buku sains, sejarah, atau kitab hukum. Entahlah. Semuanya mengalir begitu saja. Semenjak dulu di surau dengan nyala lampu redup aku membacanya penuh syahdu sekaligus rindu akan terulangnya kembali waktu itu. Barangkali itu adalah episode terbaik dalam serial hidupku.


Kubaca ayat demi ayat tanpa mengerti betul apa yang aku baca selama ini. Tanpa faham benar seberapa dahsyat ayat-ayat itu. Aku hanya membacanya bak rutinitas. Hingga aku sampai pada satu sore dimana aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku saat menyentuhnya. Perasaan yang sama sekali berbeda dengan saat-saat sebelumnya. Aku tak tahu harus menyebut apa jenis perasaan itu. Tiba-tiba saja aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Atau bahkan ingin menjerit sekencang-kencangnya. Andai ini adalah hutan belantara, mungkin aku telah melakukannya. Namun, setelah beberapa detik, aku menyimpulkan bahwa barangkali aku benar-benar telah bosan membaca Al Qur’an.
Aku bosan. Aku bosan dengan Al Quran yang hanya dibaca berulang-ulang di masjid-masjid. Di ma’had-ma’had. Namun dunia tetap saja kelabu. Aku ingin perubahan. Perubahan yang memang nyata ada di bumi. Bukan nanti di negeri akhirat. Aku yakin, Al Quran diturunkan untuk merubah kondisi kelam Bumi ini. Hari ini, bukan nati-nanti. Aku yakin al Quran turun bukan hanya untuk dibaca yang kadangkala disamakan dengan mantra. Aku Yakin Al Quran turun untuk disentuhkan dengan realitas. Untuk bertarung di arenanya. Agar ia menang. Agar ia menjadi nyata. Bukan lagi konsep. Benar memang aku bosan dengan Al Qur’an yang hanya dibaca, sebab aku rindu dengan Al Qur’an yang menjelma realita.
Dan kerinduan itu sudah sampai pada tahap yang menggila. Aku rindu generasi Qur’ani itu bangkit kembali dari kubur. Reborn! Suatu generasi di hari ini yang merupakan kloning generasi pertama islam. Mereka adalah orang-orang yang membaca Al Qur’an hanya untuk satu tujuan, bukan untuk ikut MTQ, bukan untuk dapat syahadah. Bukan untuk lulus sekolah. Bukan. Bukan itu. Satu tujuan itu adalah mengamalkannya. Menerapkannya dalam realitas hidup mereka. Menginstalnya dalam sistem kemasyarakatan mereka. Aku benar-benar rindu Al Quran ini hidup kembali. Berjalan di pasar-pasar. Berjalan di Kampus-kampus. Berjalan di gedung-gedung dewan! Berjalan di barak-barak militer! Terbang di angkasa. Dan Berlayar di samudera!
Kawan, aku serius! Aku benar-benar bosan baca Qur’an, mungkin kau juga sama. Maka mari kita dekap al Quran ini erat sambil berlari ketengah kumparan badai! Sebab aku yakin kita saat ini sama-sama rindu dengan perubahan itu. Perubahan yang benar-benar nyata. Bukan imajiner. Di dunia kita, bukan di dunia yang lain. Sebab aku yakin kau pun sama, memimpikan al Qur’an ini hidup kembali menjadi  matahari yang menyinari kehidupan kita yang terlanjur gelap.


http://www.syubhantriyatna.com/

Yth. Bapak Calon Presiden

Boleh saya bercerita, Pak?

Siang ini saya mendapatkan cerita yang memilukan. Iya, sangat memilukan. Seorang anak 14 tahun meninggal di pangkuan ibunya. Saya sama sekali tidak menyalahkan takdir, maut bahkan sudah ditentukan sebelum anak tersebut lahir. Yang memilukan adalah menjelang saat-saat terakhirnya. Ibunya sendiri yang sesenggukan bercerita ke ibu saya. Sudah 5 hari anak itu diare. Hari kelima puncaknya, saat dia bahkan buang air di gendongan Bapaknya. Susah payah Bapaknya membawa ke Rumah Sakit Pemerintah terdekat. Mereka dari keluarga yang kurang mampu memang.

Lalu apa yang didapat? Bukan penanganan Dokter, bahkan bukan pertolongan pertama. Orang tuanya hanya mendapatkan raut muka jijik dari para susternya. Memegang anak semata wayang mereka pun tampak enggan. Jangankan infus, jarum suntik pun tak digunakan. Mereka hanya memeriksa nadi, dan bahkan (saya ulangi) itu pun dengan raut muka jijik karena diare si anak. Lalu? Dengan enteng pihak Rumah Sakit meminta administrasi Rp 500.000 kemudian si anak lagi-lagi ditelantarkan. Saya rasa karena terlalu lemah dengan diare yang terus menerus, dan tidak adanya penanganan dari pihak RS, tak berapa lama hanya dengan kode, si anak meminta dipangku ibunya.

Di pangkuan itulah, dia pergi untuk selamanya, bahkan sebelum (lagi-lagi saya ulangi) selang infus disuntikkan di tubuhnya. Yang lebih miris adalah ketika si ibu bilang, ‘kami memang dari keluarga tidak mampu bu, tapi bukan berarti kami tidak akan berusaha mencari biaya RSnya. Kami butuh penanganan, bila perlu kami bisa pinjam sana sini. Dia anak semata wayang kami. Tapi tidak ada omongan sama sekali dari pihak RSnya. Saya tidak ingin menyalahkan, sudah takdirnya anak saya meninggal, tapi tetap saja rasanya belum maksimal di saat terakhirnya’.

Tahun lalu persis di bulan ini, saya menyaksikan sendiri bagaimana masih-jauh-dari-kata-bagus pelayanan sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Jakarta. Kami kehilangan seorang yang sangat kami sayangi. Saat masa-masa kritis, dalam 2 hari, hanya 1 kali dokter memeriksanya. Bayangkan Pak, di masa-masa KRITIS, TIDAK ADA DOKTER yang berjaga. Bahkan saat kami kebingungan mencari suster karena sesak nafasnya, yang didapat hanyalah perintah ‘suruh banyak-banyak istighfar saja!’. Lebih lagi saat darahnya naik ke selang infus karena cairan infusnya habis. Padahal jauh sebelumnya sudah kami panggil suster yang berjaga untuk menggantikan infusnya. Saat itu, yang saya rasa sama seperti yang ibu itu rasakan, ‘rasanya belum maksimal di saat-saat terakhirnya’.

Sekali lagi, saya tidak pernah mengingkari maut -memang sudah waktunya-. Tapi bukankah wajar jika kita ingin memberi yang terbaik di saat-saat terakhir seseorang yang kita sayangi? Bukankah ada rasa lega tersendiri? Jauh beda bila situasinya seperti dua cerita di atas. Saya tahu pak, para Dokter sudah disumpah atas jabatannya. Saya juga yakin sangat besar rasa kemanusiaan yang ditanamkan di jiwa para suster. Saya pernah aktif di PMR, saya ingat sekali bagaimana beratnya latihan rutin, mempelajari pertolongan pertama, diciptakan sedemikian rupa rasa ‘kesamaan’, dan ditanamkan sekokoh mungkin prinsip utama ‘kemanusiaan’. Saya rasa, jika di organisasi sosial saja sudah begitu besar ditanamkan nilai-nilai kemanusiaannya, apalagi di bidang profesi medisnya. Tapi yang saya tahu, sistem sangat berpengaruh atas SDM di dalamnya. Akan sia-sia jika keinginan baik (dari SDMnya) terkendala dengan sistem (RS) yang salah. Apakah memang ada masalah dengan sistem dan SOP di RS pemerintah kita pak?

Saya rasa rakyat tidak hanya butuh semacam blusukan atau peng-artis-an Presidennya di berbagai media. Rakyat juga tidak ingin janji yang muluk-muluk, tidak minta yang macam-macam. Percuma jika ekonomi mengglobal, tapi kesejahteraan rakyatnya masih jauh dari kata standar.

Saya berharap, jika Bapak terpilih nanti, tolong, pilihlah pula para wakil yang BIJAK, terutama untuk amanah Menteri Kesehatan. Kita tidak perlu seorang menteri yang susah payah memikirkan bagaimana mambagikan kondom secara gratis demi (katanya) menghindari perluasan AIDS. Kita juga tidak ingin terlalu peduli dengan menteri yang menolak sertifikasi halal pada produk farmasi. Kita hanya butuh perbaikan sistem. Kita lebih perlu menteri yang dekat dengan kebutuhan kesehatan rakyat kecil. Bekerja sama dengan Pemda mengontrol bagaimana terfungsinya askes/BPJS dengan baik. Percuma jika setiap rakyat ekonomi menengah ke bawah terdaftar di BPJS, tapi ketika digunakan untuk rawat inap, masih juga tidak berfungsi, masih juga tidak dilayani dengan baik, masih juga harus membayar biaya selangit. Atau pembenahan RS Pemerintah kita, apapun itu yang bisa menjamin pelayanan terhadap pasien terutama dalam kondisi mendesak.

Maaf Pak, jika tulisan ini mengganggu. Jika terlalu sepele hal ini untuk ditangani oleh seorang Calon Presiden langsung. Tapi, ini hal penting karena menyangkut nyawa. Setidaknya saya tahu, masih banyak yang menghargai nyawa sesama di Negara ini.

Salam,
Rakyatmu

Penulis : Nurbarida Intan
Editor : SCE

http://eramadina.com/yth-bapak-calon-presiden/

Iklan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites