Di belantara ibu kota, bintang yang
bersinar seakan menyapa untuk hari esok, cahaya lampu mewarnai kota Jakarta
setiap malamnya, sesekali terdengar suara bising kendaraan yang membuat Afifah
bangun dari dunia mimpinya. Kini semua lenyap seketika bermunajat kepadNya di sepertiga
malam. Teruntuk Allah yang menjadikan hari-hariku indah dengan adanya Engkau, izinkan aku berbicara beberapa hal
kepadaMu. Jadikan aku orang-orang yang senantiasa berada dijalanMu, usap lembut
hatiku ketika seribu masalah datang menyapa. Robb, diatas sajadah yang ku
bentang ini, ku pasrahkan semua keluh kesah yang ku rasakan. Sesak dadaku
menangis pilu saat ku uraikan dosa-dosaku, di hadapanMu ku tiada artinya. Aku ingin
menjadi wanita yang bergelar Syahidah ketika menghadapMu.
Isak tangis Afifah tak bisa di bendung
saat ia mengingat perkataan Dokter Fikri dua minggu lalu bahwa dirinya positif
terkena penyakit Leukimia, penyakit mematikan itu yang membuat dirinya lemah
akhir-akhir ini dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit selama lima belas
hari.
Pagi harinya… Ia yang tercatat
sebagai pelajar kalas dua di SMA Harapan Bangsa itu kembali menjalankan aktivitasnya
sebagai seorang pelajar sekaligus berkecimpung
di dunia dakwah sekolah. Afifah terlihat anggun dengan jilbab lebarnya,
ada sendu dibalik wajah cerianya, namun sebisa mungkin ia sembunyikan dari Abi-Umminya.
“Assalamu’alaikum, anak abi yang tangguh,
gimana keadaannya? Sudah membaikkah?” sapa Abi dengan senyuman,
“Wa’alaikumussalam, Alhamdulillah.
Sudah membaik, Bi,” jawab Afifah membalas senyum berusaha untuk tegar dan
positive thinking menjadikan penyakit tersebut cobaan untuk orang-orang
pilihanNya. Bukankah ketika Allah ingin menaikkan derajat seseorang maka Dia
akan memberikan cobaan yang lebih berat dari sebelumnya? Ibarat pohon semakin
tinggi, maka semakin kuat angin yang menerpanya.
“Sayang, kondisimu masi lemah, jadi
tolong kurangi organisasimu. Ini bekal makanan untukmu di sekolah” saran Ummi sambil
menyodorkan sebuah kotak nasi. Wajahnya penuh harap sekaligus iba melihat putri
kecilnya tampak menyembunyikan sakitnya. Sekeras apapun kau menyembunyikan
rasa sakitmu di depan orang, nak, tapi kamu tak bisa menyembunyikannya dari umi
mu.
“Iya, Ummi. Bidadari dunia akhirat milik Abi,”
ledeknya sambil nyengir, “ Organisasi akan aku kurangi tapi tidak dengan dakwah”
“Yasudah, mau berangkat sekolah kan?
Ayo, bareng Abi sekalian berangkat kerja!”
***
Hari ini tepatnya hari Rabu, seperti
biasa jadwalnya anak Rohis untuk mentoring sepulang sekolah. Afifah duduk di
halaman masjid sekolah sembari menunggu teman-teman Rohis lainnya. Duhai Allah,
badanku lemas sekali, dadaku sesak, rasanya sulit sekali bernafas. Ingin
rasanya aku terbaring menjatuhkan tubuhku. Ahhhh… Sudah tiga bulan aku mengidap
penyakit ini. “Aku harus kuat. Harus! Aku gak boleh kalah sama penyakitku.
Ingat, Afif. Ingat. Dia yang mendatangkan penyakit, Dia juga yang menyambuhkan.
Tegarlah. Allah bersamamu! Dia sebaik-baik Penolong, ” batin Afifah ikut
berbicara menghibur dirinya sendiri.
Dari kejauhan terdengar suara
langkah kaki berpijak, dilihatnya segerombolan akhwat ROHIS berjalan
mendekatinya dengan semangat dan wajah ceria mereka. Subhanallah…terima kasih
Allah, semoga makin banyak pejuang agamu-Mu yang Kau kirim ke dunia sebagai generasiMu,
Inna fatahnaa laka fat-han mubiinaa.
“Assalamu’alikum, ukhti. Sendirian
aja. Gak masuk?” sapa ketua keputrian, Fildzah namanya. “Wa’alaikumussalam. Ana nunggu kalian,
mujahidah-mujahidah Allah”
“Wajah anti pucat sekali, anti
sakit?” Tegur sahabatnya, Hasna. Kekhawatiran terlihat pada ekspresi wajah
mereka.
Afifah tersenyum, “Insya Allah, ana gak apa-apa kok, ukhti”
“Yasudah. Kalau memang seperti itu,
lebih baik kita masuk ke dalam. Teman yang lain sudah menunggu”
Materi mentoring hari ini, Ketika
Aktivis Menjadi Pemimpin, yang diisi oleh ketua Rohis SMA Harapan Bangsa,
Farhan Abdullah Fatihan. Kajiannya penuh makna. Sangat.
“Sahabat Fillah, persiapkan
bekal dan jangan ragu untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin yang adil, yang
tidak memandang tinggi rendahnya seseorang, dan jangan pernah ragu untuk mewujudkan semua impianmu itu karena
impian tidak akan tercapai jika kau ragu impianmu akan tercaai dank au tak
berani mewujudkannya. Jangan hiraukan mereka yang berusaha untuk menjatuhkanmu,
karena mereka akan kalah dengan sendirinya ketika melihatmu masih berdiri tegak.
Tapi yang perlu dipahami adalah ketika kalian merasa lemah tak berdaya untuk
melakukannya, ingatlah bahwa Allah menitipkan kekuatan disetiap kelemahan.
Kalau iman yang sudah berbicara, apalagi yang kalian ragukan? Bukankah segalanya
akan menjadi ringan dan mudah?”
“Allahu Akbar, Astaghfirullah.
Anggota badanku terasa sakit semua, terutama dibagian tulang dan persendian” Afifah
menjerit kesakitan.
“Afif, anti kenapa? Anti sakit?”
Hasna ngeri sekali melihat sahabatnya itu mengaduh kesakitan. Tiba-tiba. Tubuh Afifah jatuh dipangkuan Hasna.
***
Kejadian sore itu, membuat Abi-Ummi
Afifah cemas, terlebih lagi anak bungsu mereka harus masik ruang ICU. Jari-jari
Abi menekan tombol handphone, memberikan kabar tentang adiknya ke Kak Fahri,
anak sulung yang sedang menjalankan S2 jurusan Syariah di luar kota. Di kursi
ruang tunggu terlihat Ummi, panik, sambil mengeluarkan asama-asma Allah. Teman akhwat
Rohis Afif, sebagian hanya menundukkan kepala menahan tangis, sebagian lagi
membaca ayat-ayat Allah setelah melaksanakan sholat maghrib.
Jam menunjukkan pukul 21:24, belum
ada tanda-tanda pekembangan. Dokter Fikri dibantu suster berusaha memberikan
yang terbaik untuk Afifah, banyak infusan terpasang ditubuhnya. Namun Allah
berkehendak lain, Afifah menghembuskan nafas terakhir. Ummi di ruang lobi
tertegun melihat suster melepas infus dari tubuh Afifah, beliau bingung kenapa
Dokter Fatih malah menuju pintu ruangan? Apakah itu artinya kondisi Afifah
telah membaik sehingga tak perlu terpasang peralatan medis itu? Lalu bagaimana
dengan anakku? Ummi penuh dengan tanda tanya. Abi, teman-teman, termasuk Kak
Fahri yang baru sampai berdiri penuh harap akan adanya kabar baik untuk adiknya.
Tapi, umur, rezeki, kematian semua sudah tercatat dalam lauh mahfudz. Tidak ada
seorang pun yang tahu kecuali Dia. Semua yang bernyawa pasti akan meninggalkan
dunia, sesuci apapun makhluk itu.
“Maafkan saya, bapak-ibu,” Dokter
Fikri berkata lirih menundukkan kepala, “semua diluar rencana. Afifah sudah
menghadapNya”
“Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un” ucap semua berbarengan dengan nada yang terdengar sesak.
Disela-sela kesedihan, dokter Fikri
menyerahkan selembar kertas kepada Abi, “Dan ini, pak. Saya melihat sepucuk
surat yang Afifah pegang ketika beliau sedang kritis”
Setelah menerima sepucuk surat. Abi
pun menyerahkan surat itu ke Kak Fahri untuk membacakannya karena Abi masih
shock. Beliau belum siap menerima kenyataan pahit ini. Dengan membaca
Basmallah, dibuka dan dibacakannya surat tersebut.
UntukMu dan untuk orang-orang yang Afifah cintai KarenaMu
Jika kelak aku tertidur lama, mungkin aku butuh istirahat yang cukup
panjang, mungkin semua perjuangan sakitku sudah selesai
Karena Afifah tahu, Allah sangat sayang sama Afif. Dia mengetahui
kalu Afif jauh lebih takut kehilangan kalian
Allahu Robbi,
Jika hari ini hari terakhirku, aku ingin menjunjung Tauhid di atas kepalaku,
dan musyrik ku injak dengan kakiku, hukum Illahi ku angkat tinggi dengan
tanganku, dan kafir akan ku tebas dengan pedangku.
Abi,
Jika hari ini hari terakhirku, aku ingin bertanya kepadamu
Abi, aku heran kepada orang yang mengejar dunia padahal kematian
terus mengincarnya, dan kepada orang
yang melalaikan kematian padahal maut tak pernah lalai terhadapnya, dan kepada
orang yang tertawa lebar sepenuh mulutnya padahal tidak tahu apakah Tuhannya
Ridho atau murka terhadapnya?
Ummi,
Jika hari ini hari terakhirku, aku ingin berkata kepadamu Ummi
bidadari dunia dan syurgaNya
Dari cintamu aku memandang bahwa pengorbanan yang ikhlas memang
selalu bersama airmata. Ummi orang terhebat yang Afif kenal, karena Ummi Afif
kuat, karena Ummi Afif bisa terus tersenyum meski terkadang rasa sakit ini
datang.
Kakakku, Ka Fahri
Jika hari ini hari terakhirku, ketahuilah bahwa aku sangat
mencintai Kakak
Jangan pernah memandang dirimu rendah, bagi dunia Kakak mungkin
hanya seseorang, tapi bagi seseorang Kakak mungkin dunianya. Ingatlah, tak ada
keadaan yang menyedihkan kecuali dari anak pemuda yang pesimis. “Al Ilmu nurun
wal jahlu zhulmun” Ilmu itu cahaya sedangkan kebodohan itu kegelapan.
Teman-teman Rohisku
Jujur, aku rindu. Rindu perjuangan bersama kalian, aku rindu disaat
kita hujan-hujanan menghadiri liqo, aku rindu panas-panasan bersama kalian
sampai nyasar buat syuro, rindu dauroh bersama kalian dengan ongkos pas-pasan.
Teman, jika hari ini hari terakhirku, aku ingin mengatakan seperti
apa yang dikatakan Hasan Al-Banna
Jika mereka bertanya kepadamu tentang semangat jawablah bahwa bara
itu masih tersemat dalam dadamu! Bahwa api itu masih bersemayam dalam dirimu!
Bahwa matahari itu masi terbit di hatimu! Bahwa letupan itu siap meledak dalam
duniamu! Katakan itu kepada mereka, orang-orang yang ragu kemampuan dirimu,
karena mimpimu saat ini adalah kenyataan untuk esok.
Aku Mencintai kalian karena Allah dan berharap semoga kita
dipertemukan kembali di syurgaNya.
Maafkan diriku, atas segala khilafku
-Afifah-
Subhanallah, Ahabbakallazii
ahbabtanii lahu… Allah Maha Tahu dari apa yang kita rencanakan, sebaik-baik
rencana yang kita buat, tapi Dia telah mempunyai rencana tersendiri. Setiap hal
yang Allah berikan, baik suka ataupun tidak pasti ada ridho-Nya.
oleh : (Shofiah
Mumtaz)
dikutip dari buku "Bisik Rindu dari Masjid Sekolah"