Dik,
Bisakah kau menebak alasan kenapa aku memutuskan agar berusaha mencintaimu?
Kalau pun kau bisa menebak. Aku tak tahu pasti apakah jawabanmu benar atau tidak. Karena aku pun tak tahu pasti jawabannya.
Bukan maksudku mencandaimu dik. Namun, itu sebagai peneguh kalau aku pun masih bertanya-tanya akan hal itu.
Dik,
Teringat saat pertama kali ku coba memutuskan. Semula aku tak ingin mencintaimu. Aku sering dengar kata-kata negatif tentangmu dik. Ditambah lagi ada amanah-amanah yang sedang ku emban. Menyebabkan ku takut takkan bisa mengurusmu dengan baik kelak.
Namun, tahukah kau dik? Saat suatu kali ku ku bertemu dengan seorang al akh yang mengenakan jaket hitam gagah dengan gambar serta namamu yang besar terpampang di jaketnya. Tiba-tiba kalimat pertanyaan itu meluncur dari lidahku. Tentang sebuah interview. Ternyata sayang dik, waktu interview di daerah al akh itu telah berakhir. Saat itu ku pikir bukan takdirku untuk bersamamu dik. Aku pun tak ambil pusing soal itu.
Dik,
Ternyata aku salah. Takdir itu bukan seperti itu. Di hari lain ku bertemu seorang al akh. Setelah selesai menunaikan shalat maghrib waktu itu. Ia menanyakanku apakah ku telah mengikuti interview. Ku jawab tidak. Lalu ia menawariku dik. Entah kenapa waktu itu aku mengiyakan.
Dik,
Saat itu, ingatkah kau saat kita akan pergi jalan menuju suatu tempat. Ku pikir engkau akan mengajakku berjalan-jalan sekadar plesir dan mengajariku sedikit tentangmu. Tapi, aku salah dik. Kau bukan sedang mengajakku plesir di sana. Tapi, kau malah ingin mengajariku banyak hal tentang dirimu. Dengan caramu yang begitu melelahkan diriku. Kau mengajariku tentang merajut cinta bersama ikhwah yang lain dengan cara yang berbeda di sana. Dan saat itu aku dapatkan cinta itu. Walau baru sedikit.
Dik,
Waktu terus berjalan bersamamu. Saat pertama kali takdir memberikan amanah tentang dirimu. Ku pikir aku takkan memegang amanah itu. Karena saat pemilihan itu pun aku tak terpilih. Dan saat sedang santai. Sebuah sms mengejutkan ku. Sms dari seorang al akh yang semena-mena memberikan amanah itu.
Saat itu dik, aku begitu gelisah. Bahkan melebihi kegelisahan ku saat dulu menerima amanah ketua rohis. Aku beberapa kali mendatangi murobbiku. Hanya untuk mendengar nasihatnya yang klise. Yaitu berusaha agar sabar saja. Tapi, bagiku nasihat yang klise itu menguatkanku sedikit. Dan akhirnya ku coba melangkah bersamamu dik.
Dik,
Mencintaimu tak semudah yang ku kira. Begitu banyak yang harus ku lalui. Dari mulai orangtua yang tak setuju. Hingga cercaan dari sesama ikhwah sendiri. Serta semua masalah yang seolah-olah ingin mengujiku seberapa besar cintaku padamu dik.
Dik,
Memang terkadang semua masalah itu menyebabkan ku ingin sekali berhenti. Namun, inilah kateristik jalan dakwah. Jalannya terjal dengan sedikit orang yang memperjuangkannya. Tapi, orang-orang yang sedikit inilah yang memiliki ketangguhan luar biasa. Binar-binar cinta yang begitu dahsyat. Saking dahsyatnya, aku sering kali merasa malu berada dalam barisan bersama mereka. Karena ku tahu, cintaku tak sehebat mereka.
Dik,
Merekalah orang-orang yang sedikit itu yang selalu mengajariku, menasehatiku di kala terlupa, dan menguatkan ku di kala ku telah lemah untuk terus bersamamu dik.
Ya, mereka yang telah mengajariku banyak hal tentang bagaimana harus mencintaimu. Aku terus belajar dari mereka. Mengusahakan cintaku agar bisa seperti mereka. Mengusahakan semuanya. Hingga cinta itu berujung pada syurgaNya…
Salam retoris dik,
(karna ku tahu kebanyakan tulisan hanya lah sebuah retorika. Tapi, terkadang retorika itu juga dibutuhkan dalam dakwah)
^_^
(Mas'ul KAPDA Barat @ 10)
Milisi Ikhwan
0 komentar:
Posting Komentar