.

.

Rabu, 02 Februari 2011

Segenggam Ukhuwah KAPMI di Jalan - Nya

Setelah membaca beberapa kisah dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah,aku tersadar bahwa ternyata selama ini teman-temanku yang berhimpun di jalan Dakwah adalah orang-orang yang berkorban untuk Agamanya, demi Ukhuwah. Meski waktu, jiwa dan raga telah habis di makan perjalanan untuk kepentingan untuk saudara, bangsa, Negara, dan Agama.
Ketika ku baca salah satu cerita yang mengisahkan tentang seorang bapak dan anak yang selalu berprasangka baik atas segala keputusan Allah untuknya, kisah seorang Menteri yang menyatakan Takdir Allah itu baik kepada Sang raja yang sedang terputus salah satu jarinya hingga membuat raja marah dan terpaksa membuatnya masuk kedalam penjara, seorang yang teguh pendirian, seorang yang berkorban untuk keluarganya, telah menginspirasiku untuk menceritakan sebuah pengalaman yang pernah di alami oleh teman-teman yang berjuang di Jalan Allah.

Berawal dari KAPMI, Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia itulah namanya. Mungkin nama KAPMI saat ini  belum terlalu terdengar dan masih terlalu asing di telinga banyak orang. Wajarlah.. Karena memang dari namanya saja sudah aneh dengan logo yang jadul ( kata orang.. hehehehe) belum terlalu eksis di Media saat ini. Tapi begitulah, sebuah nama yang telah menginspirasi hidupku ketika di masa-masa gentingnya keharmonisan antara dunia kelam yang selalu mengelilingi ruang hidupku dan dunia putih yang bersih, menyinari sekaligus menerangi hari-hariku untuk selalu mengingat Illahi. Di KAPMI sendiri, dipenuhi oleh orang-orang berwajah usang yang selalu berkorban untuk Agama dan martabat saudara-saudaranya. Merekalah yang telah menarik dan menyelamatkanku, merangkul tanganku dengan penuh kekuatan,dan keikhlasan dari terpelesetnya lubang di dunia yang kelam. Telah mengajariku arti pengorbanan, arti Ukhuwah. Terima kasih ya Robb, Engkau telah mempertemukanku dengan mereka.

Sungguh, aku pun tidak ingin meninggalkan kenangan itu. Kenangan yang telah Allah berikan terhadap kehidupanku di kesetiap harian dunia putih abu-abu dengan orang-orang yang berani berjuang di JalanNya tanpa membalas imbalan, berani mengeluarkan lembaran uang lusuh, uang terakhir yang dia miliki hanya untuk perjalanan mencari HidayahNya. Tak sedikit waktu yang mereka korbankan hingga berlarut-larut malam hanya untuk menyelamatkan saudara-saudaranya di medan pendidikan dari kebobrokan moral yang kini telah melanda dunianya. Mereka mencoba menjadi tameng dari segala kebobrokan moral itu agar tidak mencemari saudara-saudaranya yang lainnya. Turun ke jalan pun sering mereka lakukan hanya untuk menyelamatkan bangsa, agama, dan saudara-saudaranya. Demi Dakwah di jalan Allah, ia rela mengenyampingkan keadaan dirinya sendiri meski mungkin saat itu dirinya sedang lelah dan butuh pertolongan. Mungkin, mereka yakin bahwa ujian Allah untuknya adalah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya tempat meminta pertolongan hanyalah kepada Allah.

Mungkin semua orang awam pun akan menghinakan mereka karena kecongkakannya dalam menatap hidup menurut pandangan keawamannya. Begitu pun menurutku. Tapi ternyata menurut mereka, tidak seperti itu. Di kesehariannya yang penuh dengan raut wajah kelelahan, mereka masih saja tetap senang, tetap berkecukupan, dan tetap istimewa karena keindahan pesona senyumnya.

ya.. itulah.. sebuah memori indah.. yang mungkin tidak semua orang bisa merasakannya.. kenangan indah.. tapi yang lebih indah adalah Takdir Allah dengan segala gemercik lika-liku hidup yang Ia berikan kepada kita..

Dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah, telah membawaku untuk mengingat sebuah kisah usang dari saudara-sadaraku di KAPMI, yang mungkin bisa menjadi renungan dan inspirasi buat kita semua.

inilah kisahnya.. Di awal tahun 2000an ketika KAPMI baru saja memasuki masa kejayaannya, ada seseorang yang mungkin tidak semua orang bisa melakukan sesuatu sepertinya. Perngorbanan di jalan Dakwah ini sungguh luar biasa. Awalnya ku rasa cerita ini hanyalah fiktif belaka, tapi ternyata kisah nyata yang tak terduga perjuangannya.
Inilah tokohnya, sebut saja Obet, seorang siswa sekaligus ketua KAPMI di daerah Jakarta Utara periode 2000-an, ia adalah seorang yang selalu berpakaian lusuh, tapi semangatnya tidak pernah runtuh.

Setiap hari, setiap kali ke sekolah yang cukup jauh dari rumahnya, ketika teman-temannya telah berbondong-bondong menaiki sepeda motor ataupun transportasi lain, ia hanyalah orang yang selalu menaiki sepeda bututnya yang sangat tua dan sudah lapuk dimakan usia. Di Parkiran sekolah, sepedanyalah yang menjadi sorotan semua orang ketika menuju parkiran sekolah karena pakriran sepeda itu di kelilingi oleh parkiran motor-motor yang elok, bersih, indah dipandang, dan terlihat sekali mahalnya motor-motor itu. Sedang sepedanya hanyalah sepeda yang sudah teramat butut dan lapuk yang hanya menjadi sampah pengelihatan karena kejelekansepedanya itu. Walaupun begitu, ia tiada pernah menyalahkan Takdir Allah untuknya dan tidak pernah merasa tersindir dengan kepunyaan rekan-rekannya, "Toh, semua itu hanyalah milik Allah" pikirnya mungkin seperti itu.

Sepeda itupun sering mengalami kerusakan yang cukup kronis ketika diperjalanan, mulai dari kebocoran ban yang sudah banyak tambalannya maupun kerusakan rantai sepeda yang sudah karat dan tak bisa bergerak, rem yang sudah tak bisa dipakai lagi sejak lama maupun kerusakan yang lainnya mungkin telah menjadi kebiasaan bagi hidupnya ketika bepergian kemana-mana dan sudah tidak lagi menjadi sebuah hambatan baginya untuk tidak pergi ke sekolah maupun menghadiri berbagai pertemuan, kegiatan Dakwah, maupun Syuro' dengan teman-teman KAPMI baik di tingkat Daerah maupun Wilayah.

Ketika sepeda sedang rusak parah, tidak bisa dipakai, ataupun terpaksa harus di rawat di bengkel terdekat pun tak pernah meruntuhkan semangat dan menjadikan alasan baginya untuk tidak menghadiri berbagai macam kegiatan. Dengan tekad yang tinggi, jalan kaki dipertaruhkan untuk perjalanan yang sangat jauh sekali pun tak masalah baginya, asalkan ia bisa menghadiri berbagai macam kegiatan tersebut.

Jarang sekali dirinya ketika pulang sekolah langsung menuju ke rumah. Sebab dirinya selalu dipenuhi dengan berbagai kegiatan Dakwah. Walaupun begitu, pengembangan Ruhiyyah, ibadah, pekerjaan rumah, dll tidak pernah ditinggalkan meski diselingi berbagai kesibukan.

Mungkin menurutku, ruhhnya dibangun dengan keistiqomahan, dibina dengan dengan alam.

Dengan bersepeda, ia tidak pernah mengeluh dengan semua itu, dan mencoba untuk selalu datang tepat waktu di berbagai macam kegiatan meski dirinya saat itu dalam kelelahan. Padahal, jarak yang ia tempuh dengan sepeda bututnya cukup jauh, berkilo-kilo dan berjam-jam waktu dan tenaga yang harus ia korbankan. Tak ubahnya ketika sesampainya pada suatu tempat, raut wajahnya dipenuhi dengan debu jalanan, pakaiannya lusuh dengan keringat, tapi senyumnya seakan menerawang pikiran kita untuk selalu ingat dengan Syurga, yang sebegitu indahnya.. menjadi motivasi kita untuk mendapatkan keindahan itu.. dengan pengorbanan, doa, dan keyakinan tentunya.

mungkin dalam pikirannya, ia adalah makhluk yang penuh dengan dosa, tapi ingin menggapai syurga meski pun harus mengorbankan seluruh jiwa raganya..

Suatu hari, ada ta'limat untuk Obet agar ia dapat menghadiri Syuro' di Sekrtariat KAPMI DKI Jakarta yang ketika itu tempatnya berada di Daerah Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Karena ketrbatasan uang saku, sepeda pun selalu menjadi penopang dirinya agar bisa hadir dalam Syuro' tersebut.

Sebenarnya ia sudah sering mengayuni sepeda bututnya dari Jakarta Utara menuju Sekretariat KAPMI  DKI yang berada di Jakarta Selatan, namun kali ini ternyata ada keganjalan ketika ia berada didalam perjalanan. Allah mengujinya dengan kebocoran salah satu ban sepeda miliknya ketika sudah melakukan setengah perjalanan jauh, tepatnya di daerah Jakarta Pusat.

tapi dengan Azzam yang kuat, ia tidak menyerah untuk menghadiri Syuro' tersebut.. meskipun pada saat itu ternyata ia pun kehabisan uang saku, tidak punya uang sama sekali untuk menambal ban sepedanya yang bocor. Akhirnya, sepeda itupun ia tenteng dengan sepenuh tenaga menuju ke arah Mampang Prapatan yang jaraknya masih terlalu jauh.

Ketika di perjalanan menenteng sepeda yang cukup jauh, akhirnya ia putuskan untuk menitipkan sepedanya di salah satu warung penjual Bakso yang menetap di pinggir jalan dalam keadaan yang cukup lelah. " assalaamu'alaikum.." di ucapkannya pada penjual Bakso tersebut. Ketika tukang Bakso menatap wajahnya, ia pun terheran-heran dengan wajah asing orang ini. Meski pun begitu, tukang Bakso itu pun menjawab salamnya "..wa'alaikum salaam..". Obet pun menyambut jawaban itu dengan senyuman yang menandakan keikhlasan kepada sang penjual Bakso meski keringat di wajahnya sudah berlumuran mengucur ke seluruh tubuh karena perjalanan siang terik mentari Jakarta yang hingga sore hari pun tak kunjung turun dari permukaannya. Interaksi diantara keduanya pun berlangsung.

Obet: ".. permisi.. pak, boleh saya minta bantuan bapak untuk menitipkan sepeda ini ke bapak.." dengan keharmonisan bicaranya.
tukang bakso. "..hem....boleh-boleh saja dek,.. memang sepeda kamu kenapa? tapi bapak cuma buka warung ini hanya sampai jam lima sore lho dek.."
lalu Obet pun menjawab dengan senyumnya yang indah.
Obet: "oh.. ini pak, sepeda saya tadi bocor di jalan.. tapi saya masih harus ke Mampang Prapatan karena teman-teman menunggu saya di sana.. mudah-mudahan saya bisa ya pak sampai jam lima di sini.. tapi kalau tidak, mungkin bapak bisa menaruh sepedanya di samping gerobak bapak sambil diikat dengan rantai dan gembok ini.. nanti biar saya yang mengambil.. hehehe.. " dipenuhi dengan gurau keakrabannya.
lalu tukang bakso itu pun menjawab sambil bertanya.
tukang bakso:" yo wess.. bisa dek.. tapi kamu ada ongkos gak buat ke Mampang.."
Obet:".. ooh, kalo urusan ini sih saya siap pak untuk jalan kaki sampai Mampang.."
tukang bakso:"memang kamu dari mana asalnya..?."
Obet: "dari Jakarta Utara.. pak..". tukang Bakso pun cukup tercengang dengan ungkapan itu.
tukang bakso:"hah.. jauh sekali dek.. yaudah, ini saya kasih uang ke adek Rp. 4000 cukupkan buat pulang pergi dari Mampang ke sini.." sambil mengocek-ngocek tempat uang di gerobak Bakso, mengambil Rp.1000an 4 lalu di tadahkan kepadanya.
Obet: "waah.. pak, jangan repot-repot.. saya masih bisa kok jalan kaki.." dengan keragu-raguannya atas perkataan tukang Bakso itu.
tukang bakso:"udah.. ambil aja.. anggap aja Allah nitipin uang buat kamu dari saya.."
dengan sedikit terpaksa, akhirnya uang pemberian tuang Bakso itu diambilnya.
Obet:" ini saya ambil pak.. maaf ya.. kalo sudah merepotkan bapak.. insyaAllah sepulangnya saya ketempat ini akan menggantikan uang bapak.. terima kasih ya pak.. mungkin saya pamit dulu.. takut terlambat untuk datang ke tempat itu.. Assalaamu'alaikum.." di sampaikan salam terakhir itu dengan senyum indahnya.
tukang bakso: "wa'alaikum salaam.." dengan jawaban yang harmonis dari tukang Bakso itu.

Akhirnya ia pun bergegas menunggu bus KOPAJA P20 jurusan SENEN-LEBAK BULUS yang melewati daerah Mampang Prapatan. Tidak lama kemudian bus itu pun datang. Akhirnya ia menaiki bus itu meski pun sudah terlalu pengap dan sumpek karena banyaknya penumpang di dalamnya.

Sesampainya di Sekretariat KAPMI ternyata ia terlambat 30 menit dengan penuh penyesalan, teman-teman yang hadir dalam Syuro' itu pun menanyakan tentang alasan keterlambatannya. Setelah keterlambatannya di klarifikasikan, akhirnya teman-teman di dalam Syuro' itu pun memahami keadaannya. Suasana sore pun menghiasi suasana Syuro' itu. Matahari pun kian menurunkan pandangnya dari Kota kepenatan Jakarta, agenda-agenda Dakwah pelajar pun kian tercetuskan dari Syuro' yang di penuhi kaum intelektual muda itu. Kumandang Adzan Maghrib pun memanggil. Syuro'pun langsung ditutup. Seluruh peserta Syuro' pun bergegas menuju ke Masjid yang tak jauh dari Sekretariat KAPMI.

Obet pun menginggalkan tasnya dan Al-Qur'annya di Sekretariat, dengan semangatnya ia langsung menuju Masjid hingga lupa membantu teman-temannya yang masih beres-beres tempat Syuro' tadi. Sholat pun berlangsung.

Seusai Sholat, dzikir, dan Sholat Ba'diyah, Obet pun langsung bergegas dengan teman-temannya menuju Sekretariat untuk segera mengosongkan tempat itu agar sesampainya di rumah mereka masing-masing tidak terlalu malam.

Sesampainya di Sekretariat, Obet langsung mengambil tasnya sambil menaruh Al-Qur'an miliknya untuk di taruhkan ke dalam tas miliknya. Ketika membuka tas, ia terbingung-bingung, ternyata di dalam tasnya ada kresek hitam berbungkus yang bukan miliknya, ketika di lihat, ternyata kresek itu berisikan nasi bungkus dan sejumlah uang. Obet pun langsung menanyakan hal itu kepada teman-temannya yang masih di Sekretariat " Akh, ini bungkusan siapa..?". Ketika teman-temannya di tanyakan seperti itu justru mereka semua memberikan senyuman indah kepada Obet. Salah satu diantara mereka ada yang berkata, " Akhina Obet, itu rezeki Antum kali. hehehe.". Obet pun makin bingung, sedang teman-temannya justru memberikan senyuman kepada Obet dan membiarkan Obet tetap dalam keadaan bingung. Lalu Obet pun berkata "yo wess.. bingkisan ini ana taro di meja yo..". Ketika Obet menyatakan hal seperti itu, justru teman-temannya menyangkal. "udah bawa aja.. mungkin rezeki antum kali akh.. serius..". dengan keterpaksaan, akhirnya Obet pun membawanya.
" yaudah.. ini ana bawa ya akh.. nanti kalo ada orang yang nyariin kresek ini tolong bilang ke ana.. ana ga'k bakal mengambil kresek ini yang bukan hak ana insyaAllah.. ana pamit duluan ya.. afwan.. takut telah ni.. hehehe..  Assalaamu'alaikum.." Obet pun bergegas meninggalkan tempat itu sambil menggendong tas dan menenteng kresek itu sedang teman-temannya pun menjawab salam dari Obet dengan penuh senyum ketulusan.

Dalam perjalanan yang belum jauhpun, ia masih bingung dan terasup pikiran yang tidak biasanya akan kepemikian bungkusan misterius ini yang ada di tasnya. Mungkin, ia mencoba untuk berprasangka baik pada ujian Allah kali ini. Baru beberapa menit perjalanan, tiba-tiba Ikki, Mas'ul KAPMI DKI Jakarta, langsung berlari-lari kecil berusaha mengejar langkah Obet. " Akh, udah makan aja kressek itu sama Antum" sahut Ikki pada Obet dengan teriakan yang cukup keras. Obet pun tersentak bingung dan serasa tak biasa dengan perlakuan itu. "lho, ini kan bukan hak ana..". dengan senyumnya, Ikki pun menjawab sambil berlari menuju Obet dan langsung memegang pundaknya " udah.. makan aja.. di kresek itu ada nasi dan uang buat antum dalam perjalanan.. itu semua amanah dari teman-teman KAPMI untuk antum.. di makan okee.. hehehehe..". "waah, antum baru bilang sekarang sih.. kalo antum bilang dari tadi udah ana makan duluan ni.. hehehe.." jawab Obet dengan nada canda tawanya. Ikki pun menyahut kembali "yo afwan Akh.. skenariokan di buat sama Kholid.. kalo antum mau salahin, salahin kholid aja yo.. jangan salahin ana okke..  hehehehe..". "hahahaha.. antum ada-ada aja.. Jazakallah ni sudah di beliin.. yaudah.. ana pamit ulu ya.. supaya sepat sampai rumah.. Assalaamu'alaikum.." sahut Obet dengan senyum indahnya. "..wa'alaikum salaam.." jawab Ikki sambil menggelorakan senyum dan melambaikan tangan pada Obet sebagai tanda selamat jalannya.
**

Tanpa sepengetahuan Obet, ternyata seusai Syuro' teman-teman KAPMI mengumpulkan uang untuk Obet, lalu dibelikanlah Obet sebungkus nasi padang sekaligus di selipkan uang di dalam kresek lalu tanpa sepengetahuannya, di taruhkan kresek itu di dalam tasnya.
**

Sekitar jam setengah delapan malam, Obet pun sampai di daerah  tempat tukang Bakso itu. Meski pun penuh dengan lelah, ia pun bergegas mencari Masjid  untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu sebelum menuju lokasi yang di tuju walau pun dalam keadaan masbuk. Seusai Sholat, barulah ia memakan nasi bungkus yang di berikan oleh teman-teman KAPMI, nasi bungkus pun disantapnya dengan lahap mengingat memang ia belum makan dari siang tadi disertai diri yang penuh lelah dan harus sesegera mungkin menambah stamina lagi.

 Seusai itu semua, Obet pun melakukan perjalanan lagi menuju warung itu. Sekitar 20 meter dari warung Bakso itu, ternyata ada suatu hal yang mengganjal bagi Obet yang menjadi berbagai pertanyaan dalam pikirnya ketika itu. Keganjalan itu terjadi ketika Obet melihat warung Bakso itu belum tutup, padahal tukang Bakso itu bilang kalau warungnya itu tutup jam lima sore, tapi mengapa sampai malam ini warung itu belum tutup juga.

Langkahnya pun kian mendekati warung itu, ternyata keganjalannya terhadap warung itu pun makin bertambah, di lihatnya gerobak warung itu, tidak ada satu pun sepeda yang di senderkan ke gerobak itu, padahal Obet berpesan kepada tukang bakso itu untuk menaruhnya di gerobak ketika Obet tak bisa sampai ketempat itu jam lima sore.

Berbagai pikiran pun kian merasuki dirinya, seakan penuh dengan pertanyaan bagaimana?bagaimana? dan bagaimana?
Meskipun begitu, ai berusaha untuk tetap berkhusnuzon akan keganjalan ini. sesampainya di sana, ia bergegas menyalami dan menanyakan sepedanya kepada penjual bakso itu yang kebetulan sedang beristirahat di bale' samping gerobak baksonya. dengan tenang, tukang Bakso itu menunjukkan sepeda miliknya yang ternyata disimpan oleh tukang bakso itu di belakang kiosnya. Ketika Obet melihat sepedanya, ternyata ia ternganga' dan terpaku di tempat itu juga, karena ban sepeda yang bocor sudah di tambal, remnya pun sudah pulih kembali. Obet pun langsung bertanya kepada penjual bakso itu, " pak, ini siapa yang membenarkan sepedanya..". Dengan tenang, penjual Bakso itu pun menjawab ".. mungkin Allah sedang menitipkan rezeki ade ke saya dan di suruh untuk membenarkan sepeda adek.. rezeki Allah jangan ditolak lho... hehehehe.. " dengan terngengah, dan malu tak berdaya. Obet pun terdiam sejenak dan dengan agak malunya ia berkata" baik, ini semua saya terima yo pak.. terima kasih sudah di benarkan.. maaf ya pak kalo merepotkan..".Dengan senyum, penjual bakso pun berkata, ".. gak papa dek.. justru saya merasa malu dengan ade.. karena ade taat banget sama Allah... sedang saya sholat masih belum bisa tepat waktu.. toh, gara-gara nungguin ade di warung sampe malam ini jadi pelajaran lho buat saya.. untuk bisa sholat maghrib dan Isya' berjamaah.. kalo kemaren-kemaren biasanya di pakai untuk langsung tidur.. terima kasih yo dek.." suasana pun ternyata makin harmonis diantara mereka.

Lalu Obet pun pulang dengan sepedanya dalam keadaan yang lebih baik dan nyaman di malam itu. Dengan kebahagiaan.. setelah berkorban.. setelah Allah uji.. setelah ketulusan hati.. pertolongan Allah pun datang.

 Penuh rasa syukur, ternyata Ujian Allah untuknya itu sangat baik. Tinggal bagaimana cara kita berprasangka baik pada Allah.

Semua Ujian Allah memang terkadang membuat kita merasa sulit, tapi yakinlah bahwa Allah memberikan ujuan kepada kita untuk kebaikan kita juga. Tinggal, bagaimana kita mempersepsikan ujian Allah itu. Seperti dalam cerita yang ada di buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah telah menginspirasi kita untuk selalu berprasangka baik pada Allah walau bagaimana pun ujian itu. Begitu juga dengan cerita ini.  “ku tak tahu ujian ini berkah atau musibah, tapi ku hanya berprasangka baik pada Allah”.

 Fachri Aidulsyah

0 komentar:

Posting Komentar

Iklan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites