.

.

Sabtu, 25 Juli 2015

Syayma. Enterpreneur Muda yang Hafidzah

Syayma, Sebuah Mahkota Untuk Orangtuanya

Saat masih duduk di kelas XII, dia punya mimpi yang -mungkin- hanya bisa menjadi bahan tertawaan: menghafal Al-qur’an satu juz sehari. Bermodal doa, keyakinan, dan kerelaan untuk melakukan perubahan ekstrem: tidur setengah jam sehari! Dia membuktikan bahwa tak ada yang mustahil jika Allah mengizinkan hal itu terjadi. Dia mengantongi sertifikat hafidzah sebelum ijazah SMA dia terima.

Kini, mahasiswi Fakultas Kedokteran semester 6 ini adalah juragan kerudung dengan omset 15-20 juta per bulan. Infaq rutin yang dia keluarkan setiap bulannya berada pada angka tiga juta! Bukan hanya itu, dia adalah satu diantara 43 penerima beasiswa aktivis nusantara dari seluruh indonesia. Kini, dengan segala aktivitas dan pencapaiannya, dia masih sempat menjadi Wakil Ketua Umum sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat kampus.

Mau tahu bagaimana ADK (Aktivis Dakwah Kampus) yang baru saja menginjak 21 tahun tepat sembilan hari yang lalu ini mendapatkan berbagai pencapaiannya di usia semuda itu?

Yuk mari, belajar banyak dari seorang ADK luar biasa bernama Syayma Karimah.

Berawal dari menjadi bahan tertawaan sampai ke jajaran penghafal Al-Qur’an

Sepertinya akan seru kalau kita memulai kisah keberhasilan Syayma ini dari perjuangan dia menjadi seorang hafidzah. Bagaimana dia memulai segalanya?

Ceritanya, Syayma dulu menghabiskan masa SMP di sebuah boarding school, dimana di sekolah tersebut ada program untuk menambah hafalan Al-Qur’an. Target hafalan yang biasanya diselesaikan oleh para siswa disana adalah 3 juz.

Namun karena tidak semua murid mempunyai kemampuan yang sama dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an, maka dibuatlah pembagian kelompok. Ada tiga kelompok saat itu, yakni kelompok tahsin,tahfizh reguler dan takhossus.

Kelompok tahsin adalah kelompok dengan grade paling bawah, yang mana anak-anak di kelompok tersebut harus mendapat bimbingan ekstra karena bacaannya masih perlu diperbaiki. Anak-anak yang yang masuk di dalam kelompok tahfizh reguler adalah mereka yang menghafal 5 baris sehari, dan anak-anak yag berada pada kelompok takhossus adalah mereka yang menghafal satu halaman per hari.

Anda tahu, calon bu dokter ini masuk ke kelompok mana?

Syayma, dia masuk ke kelas tahsin! Grade paling rendah dari tiga grade yang ada saat itu. Tapi bukan Syayma namanya kalau nggak ngeyelan. Dengan Pede nya, dia menuliskan di sebuah kertas bahwa dia akan masuk ke kelompok takhossus. Bukan cuma itu, dia menarget dirinya sendiri untuk bisa menyetor hafalan satu halaman per hari  (nggak tahu diri banget ya, padahal cuma masuk kelompok tahsin, udah lagak jadi anak takhossus. Hehe). Praktis, dia menjadi bahan tertawaan bagi beberapa rekannya yang lain.

Dengan doa dan keyakinan yang tinggi, impian Syayma terwujud! Dia berhasil masuk ke kelompok takhossus dan lulus SMP dengan mengantongi hafalan 7 juz. Hebat ya.

Selepas dari SMP, Syayma melanjutkan ke SMA di yayasan yang sama, SMAIT Al Kahfi. Sewaktu di SMA, semangatnya justru menurun. Apa sebab? Jadi selama di SMP, dia terbiasa menghafal bersama rekan-rekannya. Tapi begitu masuk SMA, rekan-rekan yang selama ini menadi partner menghafalnya ini ternyata pindah sekolah. Ditambah persaingan menghafal yang tidak se-ketat di SMP, Syayma kini berada di titik terjenuh dalam perjalanannya menghafal Al-Qur’an. Seolah-olah semangat dan modal “nggak tahu diri” nya yang dulu dia miliki kini menghilang begitu saja.

Di tengah-tengah spiritnya yang semakin kendur itu, Syayma teringat akan orang tuanya. Hanya satu yang dia fikirkan saat itu: dia ingin memakaikan jubah dan mahkota kemuliaan untuk orangtuanya di syurga. Fikiran itu muncul di kelas XII, sebuah masa –yang kita ingat sendiri- apa yang kita lakukan di saat-saat itu. Belajar, ujian, belajar, ujian lagi! Itu saja aktivitas rutin anak-anak kelas XII. Iya kan?

Maka sekali lagi, inilah hebatnya Syayma. Saat yang lain berfikir “gimana caranya memaksimalkan waktu agar bisa lulus ujian dengan nilai terbaik?” Syayma justru berfikir “gimana caranya di sisa waktu ini bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an”.

Lantas apa yang dia lakukan?

Saat saya menulis biografi tentang diriya ini, berkali-kali dia menekankan agar tidak mencantumkan kejadian ini. Dia tidak ingin orang lain menganggap dia sebagai robot atau manusia super yang bisa melakukan hal-hal mustahil. Tapi saya katakan kepada dia, cerita ini harus ditulis, agar orang-orang di luar sana mengerti bahwa tidak ada yang mustahil selama kita mau dan Allah mengizinkan. Maka, jangan anggap Syayma manusia super ya. Nanti saya yang kena marah. Hehe.

So, what did Syayma do?

Dengan keterbatasan waktu yang dia punya (karena mendekati ujian nasional), dia merencakana sesuatu yang -mungkin- mustahil untuk dilakukan. Syayma menghafal satu juz perhari! Sekali lagi, satu juz perhari! Caranya? Dia menghafal mulai dari ba’da maghrib sampai jam setengah 12 malam, lalu dia tidur setengah jam, bangun lagi, dan menghafal sampai subuh.

Ba’da subuh dia setoran setengah juz. Di waktu dhuhur dia memuroja’ah (mengulang) hafalannya. Ba’da isya, dia setor lagi setengah juz. Jadi praktis satu hari, dia bisa setor hafalan satu juz, dengan konsekuensi, dia harus tidur setengah jam sehari!

Ini hebat, sobat muda @FsdkIndonesia.. Mengingat dia juga harus fokus dengan ujian-ujian yang akan dia hadapi. Belum lagi, dia juga harus bertarung untuk memperebutkan satu kursi di perguruan tinggi negeri.

Bagaimana dia bisa seyakin itu untuk memilih menyelesaikan hafalannya daripada berfokus kepada ujian seperti kebanyakan orang?

Kata dia “aku yakin Allah nggak akan menyia-nyiakan semua ini, mas. Dan alhamdulillah, dengan segala kekuasaan yang Dia miliki, setelah masa perjuangan itu selesai dan setifikat hafidzah itu aku pegang, Allah mengistirahatkanku dengan menempatkan aku di Fakultas Kedokteran UNS melalui jalur SNMPTN Undangan”

Hebat ya, sobat muda @FsdkIndonesia.. Ini bocah emang bener-bener keren.

Sekarang mari berbincang tentang bagaimana Syayma mengatur waktunya.

Dengan segala kesibukan di kedokteran, bagaimana Syayma mengatur produktivitas waktunya? (Sekedar informasi, waktu jaman saya masih jadi mahasiswa dulu, beberapa kali kita anak-anak FK ini berangkat ke kampus sebelum jam 5 pagi. Jadi waktu yang lain berangkat ke masjid pakai sarung, kita berangkat ke kampus dengan pakaian lengkap dari kemeja tanpa dasi sampai kaos kaki. Hehe).

Saat ditanya tentang bagaimana dia mengatur waktu, mengingat dia juga adalah Wakil Ketua Umum sebuah UKM tingakt univ (UKM Ilmu Qur’an), Syayma mengatakan “Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia. Jadi kita harus menutup keran-keran yang bocor dari waktu-waktu yang terbuang itu. Kalo selama ini aku mengaturnya dengan mengurangi waktu tidur aku. Biasanya aku tidur jam 11, dan bangun jam 1 atau 2. Nah kuncinya harus seneng ngelakuin semua yang kita lakuin. Kan hidup cuman sekali, kalo sesuatu yang kita lakuin terpaksa, ya rugi banget hidupnya. Nah tapi kalo kita kita menikmati perjuangan kita, capek yang seharusnya kita terima pun menjadi tidak terasa.”

Dia kemudian menambahkan sedikit cerita inspiratif. Jadi, Syayma ini kenal dengan seorang dosen dari FMIPA UNS. Beliau adalah doktor yang lulus dengan predikat cumlaude, menjadi ketua salah satu lembaga sosial terbesar di Solo, dan mempunyai kesibukan yang benar-benar padat luar biasa. Beliau belum menjadi seorang hafidz, tapi beliu pernah mengatakan hal ini ke Syayma “ Mbak Syayma tolong doain saya ya, sampai hari ini masih berusaha menjadi seorang hafidz qur’an, saya setiap hari menghafal satu ayat.”

Pesan dari Syayma adalah “Jadi, kita yang cuman jadi mahasiswa doang, belom ada tanggung jawab keluarga, masih muda, harusnya ngga ada alasan buat kita ngga ngehafal qur’an. Jadi sekarang ataupun nanti, kita harus tetap berusaha menjadi peghafal Al-Qur’an”.

Ckckck.. Hebat yak!

Menjadi juragan kerudung

Titik awal dari torehan Syayma yang satu ini terjadi saat ummi-nya terkena stroke. Dia melihat betapa sang Abi harus mengeluarkan banyak uang biaya pengobatan. Maka saat itu juga, dia mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa: Nggak boleh lagi ngrepotin Abi! Walau sebenarnya, Syayma ini bukan berasal dari keluarga yang tidak mampu. Kakak kandungya saja, Mas Marwan Hadid, beliau adalah CEO Sop Durian yang kini memiliki ratusan outlet di seluruh indonesia. Omsetnya? Miliaran! Jadi, Syayma ini adalah adik seorang miliarder. Ayah Syayma? Beliau seorang anggota dewan!

Ketika saya tanya, alasan apa lagi yang membuat dia tergerak menjadi seorang entrepreneur, kata dia “Hm.. selain karena kebutuhan pengobatan Ummi, aku sering lihat tumpukan proposal permintaan bantuan di meja nya Abi. Nah daripada duitnya Abi buat aku, mending buat dikasih ke orang-orang yang ngajuin proposal-proposal itu aja.”

Maka setelah itu, dia memutuskan menjadi juragan kerudung (merek kerudungnya “Afra”, Red. Tapi ini sensor ya. Di situs resmi tidak boleh ada iklan. Hehe.). Syayma ini menjadi reseller di surakarta. Ketika ditanya mengapa memilih kerudung, sebuah jawaban cerdas mengalir dari mulutnya “Karena kerudung itu kebutuhan primer setiap muslimah, Mas.”

Dengan bisnis yang dikelolanya saat ini, Syayma bisa memperoleh omzet hingga 15-20 juta per bulan. Hebatnya lagi, infaq yang dia keluarkan per bulan menembus angka 3 juta! Bayangkan, untuk ukuran mahasiswi semester enam, bukankah itu jumlah yang luar biasa?

Jadi bagian dari Beasiswa Aktivis Nusantara!

Sebelum bercerita tentang Syayma, sedikit saya ceritakan tentang Beasiswa Aktivis Nusantara, atau kami biasa menyebutnya BAKTINUSA. Ini adalah porogram dari divisi pendidikan Dompet Dhuafa yang memberikan beasiswa kepada 7 kampus (UI, UNS, ITB, UNPAD, UGM, UNSRI, IPB). Dimana dengan seleksi yang sangat-sangat ketat, dipilih beberapa aktivis dari kampus masing-masing untuk mendapat beasiswa selama dua tahun. Meliputi uang bulanan 800 ribu perbulan selama satu tahun, pendampingan karier pasca kampus, proyek sosial, training value, temu nasional, dan sekian banyak program lainnya. Beasiswa ini merupakan salah satu beasiswa paling bergengsi di kalangan mahasiswa diantara beberapa beasiswa lainnya.

Dan sekali lagi, Syayma membutikan kapasitasnya dengan menjadi salah satu diantara para penerima manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara. Saat ditanya bagaimana proses seleksi dan persiapannya, dia mengatakan bahwa awalnya dia minder, tapi kemudian dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa setiap orang pasti punya potensi dan keunikan yang bisa membuat orang lain tertarik dengannya. Nah, potensi dan keunikan itu yang harus dimaksimalkan dan kita buktikan kepada dunia bahwa kita memang istimewa sejak dari awalnya!

Mungkin tulisan ini tidak bisa mewakili semua pencapaian dan sepak terjang seorang Syayma, namun semoga saja tulisan kecil ini bisa memberikan kita inspirasi dan meneguhkan kedudukan kita bahwa sampai kapanpun, orang-orang yang dekat dengan Allah itu adalah manusia terbaik yang siap menjadi permata untuk zamannya. Maka sudah seharusnya, para Aktivis Dakwah Kampus itu menjadi permata yang menghiasi zamannya. Karena itulah takdir milik kita yang harus kita songsong bersama-sama!

Terkahir, ada pesan nih dari seorang Syayma buat kita-kita…

“Hidup kita cuman sekali, kalo misalkan segala inspirasi yang kita hasilkan itu tidak menjadi bagian dari ketaatan kita kepada Allah, itu percuma. Kan perintah kita hidup di dunia ini untuk bertaqwa dan beribadah pada Allah. Pemuda itu ibarat matahari tepat jam 12, paling kuat sinarnya. Maka berikan sinar itu untuk saudaramu, tapi kamu juga harus memastikan bahwa kamu tetap kokoh. Tetap dekat dengan Allah dan tetaplah menjadi inspirasi utk yg lainnya.

Ini link sumbernya:
http://fsldkindonesia.org/syayma-sebuah-mahkota-untuk-orangtuanya/

0 komentar:

Posting Komentar

Iklan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites