Oleh : Rayhan
Sore itu seperti biasa aku dan teman-teman di LDK sedang melakukan rapat kegiatan di kampus. Sore itu juga banyak wajah-wajah dari para anggota rapat yang masih terlihat basah. Wajah tersebut basah bukan karena suasana rapat yang panas karena adanya perdebatan, melainkan wajah mereka basah karena air wudhu sehabis shalat Ashar yang mana menurutku memang tepatlah waktu ashar ini, dimana kami sebenarnya merasa suntuk mendengarkan perkuliahan selama seharian. Walaupun begitu lelah, banyak juga diantara kami yang masih menunjukan mata yang berbinar ketika dosen berbicara didepan.
“Jadi apakah ada lagi yang ingin disampaikan oleh ketua seksi acara untuk rapat kali ini?” tanya Fadhli padaku sambil melihat reaksiku karena dari tadi melamun. Aku memang banyak melamun akhir-akhir ini karena ada skripsi yang harus ku kerjakan, akan tetapi berhubung aku adalah ketua seksi acara untuk kegiatan kali ini maka sudah tentu Fadhli mengingkan agar kami semua lebih konsentrasi dengan acara yang sedang kami geluti.
“Mm… Iya ada, mengenai mengenai dana, jangan lupa! Pastikan dana dari acara yang kemarin sama Akh Zulfani masih tersisa, sehingga kita masih bisa menggunakan dana yang kemarin untuk keperluan pembiayaan acara nanti” jawabku refleks. Saat ku lirik Akh Zulfani hanya mengangguk pasti kearahku. “Okeh, kayaknya semua sudah setuju kan? Nanti sehabis ini bagian notulensi ketik hasil rapat terus dipajang ya, biar yang lain bisa langsung baca tugas dan jobdesk setiap divisi. Oh, iya sebelum ditutup ada yang ingin bertanya mengenai acara besok? Kalau gak ada yang nanya berarti udah pada ngerti ya, dan rapat akan segera ditutup” sekali lagi fadhli menjelaskan dan memberikan kesempatan kepada panitia yang lain untuk bertanya mengenai acara ini.
“Baiklah karena gak ada yang nanya lagi mungkin sudah mengerti, dan secara otomatis pernyataan tadi mengakhiri pertemuan kita, maka kurang lebih mohon maaf, wa billahitaufiq wal hidayah, Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh.” Tutup Fadhli dengan mantap. Selesai rapat Fadhli datang menemuiku, dan bertanya “Wah, Ente tadi kenapa Akh? Kok kebanyakan melamun? Lagi ada masalah ya?” “Hehehe enggak kenapa-napa kok.
Eh, tadi Ukh Afifah dan Zahrah kemana? Perasaan tadi masih sempet liat deh pas permulaan rapat?” tanyaku mengalihkan permbicaraan. “Loh kok jadi ngebicarain mereka?” tanya Fadhli kepadaku. “ Iya ane kan Cuma nanya kenapa tadi mereka kok gak keliahatan” aku membela diri, dan sekaligus mengutuk diriku sendiri, kenapa harus mengalihkan pembicaraan ke arah kedua Akhwat tadi. “Ente kena VMJ ya?” sekali lagi Fadhli bertanya. “Apaan tuh VMJ? Makanan?” gantian sekarang aku yang bertanya. “VMJ itu virus merah jambu.
Hati-hati loh, biasanya aktivis dakwah banyak yang kena” ujar Fadhli sambil mengingatkanku, yang langsung kubalas dengan isyarat tidak. Temanku Fadhli yang satu ini memang sangat sering mengingatkan dan mengajakku kepada kebaikan tak banyak orang yang begitu dizaman sekarang. Ah, mungkin aku terlalu banyak berhutang kepadanya dalam ber ‘fastabikhul khairat’ batinku. Sayangnya sesaat sebelum kami berpisah, aku hanya mampu berterima kasih sambil menyengir kepadanya, lalu dengan ucapan salam kami berpisah dijalan. Setelah perpisahan tadi aku menuju ke parkiran motor, lalu menggas sepeda motorku untuk segera pulang menuju tempat kost, karena aku sore ini ada Liqo dengan Ust. Salim. ****
Tiga hari semenjak rapat dilangsungkan aku lebih banyak menyibukkan diriku dengan skripsi yang sebentar lagi akan menuntut untuk diselesaikan. Walau masih ada waktu 1 semester lagi, aku lebih memilih untuk menyelesaikannya sekarang, karena dengan begitu aku akan memiliki lebih banyak waktu luang pikirku.
“Drrt.. Drrt.. Drrt” tiba-tiba saja handphone ku bergetar, memberikan tanda bahwa ada sebuah sms yang masuk “Maaf teman-teman. Sepertinya acara yang akan kita laksanakan akan kita undur terlebih dahulu, berhubung salah satu dari panitia akan ada yang melangsungkan pernikahan” Aku perhatikan sekali lagi, isi dari sms. Mungkin aku salah baca. Sms tersebut tidak berubah. Aku lihat pengirimnya, Akh Fadhli. Tanpa harus disuruh aku langkahkan kaki ku menuju sekret LDK, karena biasanya temanku Fadhli sering disana, terlebih kami baru memindahkan sekret keruangan yang baru dan sedang menata ulang ruang sekeret yang baru saja dipindahkan.
“Assalamu’alaikum” salamku ketika masuk. “Waalaikum Salam” terdengar suara salam kompak yang tanpa dikomando terucap dari teman-temanku, tak kusangka ternyata hari banyak anggota yang berkumpul diruangan yang baru. “Masuk-masuk ayo gabung disini” kali ini Ismail ketua umum LDK fakultas lah yang menyambut dan mengundangku masuk. Dengan sedikit tampang kebingungan aku pun mulai memberanikan diri bertanya kepada temanku tersebut. “Wuiidih, lagi apa nih? Kok tumben ya ruangannya jadi penuh begini hehehe…” tanyaku sambil mencari Fadhli, dan kulihat ia ternyata juga berada disitu bersama yang lain.
“Enggak, ini kita lagi ngobrol-ngobrol aja karena dapat undangan dari salah seorang Akhwat yang juga merupakan pengurus LDK. Ia akan segera melangsungkan pernikahannya dua hari lagi dan sepertinya acara yang sudah dibuat untuk pelatihan ESQnya bisa diundur, tadi juga sudah sempat dibicarakan dibelakang dengan Akh Fadhli” ucap Ismail sambil melihat kearah Fadhli. Aku lihat reaksi Fadhli, ia hanya mengangguk.
“Ngomong-ngomong yang akan menikah itu siapa” kembali aku bertanya, namun kali ini aku langsung menanyakannya kepada temanku Fadhli, sambil berharap kali ini ia tidak akan bertanya macam-macam “Yang akan menikah itu Ukhti Zahrah kemarin Ukhti Afifah yang ngasih tau lewat HPnya Akh Ismail. Mungkin karena alasan itulah ketika rapat yang lalu ia meminta izin pulang” ujar Akh Fadhli menjelaskan. Aku hanya manggut-manggut tanda mengerti, dan sepertinya obrolan kami hari ini tak akan jauh dari hadiah, makan-makan dan ucapan apa yang akan kami berikan dan satu obrolan lagi, yaitu siapakah calon suami yang beruntung menikahi Ukhti Zahrah . ****
Sudah empat hari semenjak pernikahan Ukhti Zahrah. Kini aktivitas kami lebih kearah menyiapkan agenda kegiatan yang akan dilaksanakan seminggu lagi. Persiapan acara kami telah matang, dan sejujurnya baru kali ini aku benar-benar merasa kelelahan dengan aktivitasku. Sempat kulihat juga dikampus Ukhti Zahrah sudah melakukan aktivitas dikampus seperti biasa, namun kali ini dengan wajah lebih cerah atau mungkin hanya perasaanku.
Hari itu kami kembali rapat mengenai peserta ESQ yang kelebihan quota. Apakah mungkin jika peserta ditambah lagi. Berhubung peminat ESQ sepertinya sangatlah banyak dan tempat masih tersedia dan dana cukup melimpah, maka diputuskanlah di rapat kali ini bahwa quota peserta training bisa ditambah hingga sepuluh orang lagi dan dibuat kedalam dua gelombang training yang tentu dalam rentang waktu yang berbeda. Selesai dari rapat, Ukhti Zahrah sempat diberikan waktu untuk berbicara sebentar.
Dalam pembicaraan tesebut ia bermaksud untuk mengundang seluruh anggota pengurus LDK untuk menghadiri walimah dari pernikahannya, dan pada kesempatan itu juga ia meminta maaf bahwa surat undangan tidak bisa diberikan, akan tetapi sebagai gantinya ia membawa pin khusus yang bergambar mawar putih. Pin ini nanti dipakai oleh pengurus LDK kampus kami dan dibawa ketika akan menghadiri pesta pernikahannya sebagai tanda bahwa mereka adalah tamu spesial. Dan sejujurnya bagi Akh Ismail dan para pengurus yang lain itu bukanlah masalah. Sayang dalam pertemuan dan pembicaraan yang singkat itu, Ukhti Zahrah tidak memberikan nama ataupun clue siapakah suaminya. hari itu juga para pengurus LDK dibuat penasaran. ****
Pagi sekitar jam setengah tujuh sesuai dengan sms undangan yang diucapkan oleh Ukhti Zahrah, kami sepengurus LDK pergi menuju tempat walimah. Selama diperjalanan kami lebih banyak bercanda sehingga suasana lebih terasa cair dari biasanya. Tiba-tiba saja aku merasa gugup, dan sebisa mungkin untuk tidak menampakannya di hadapan pengurus LDK yang lain. Sesampainya di tempat yang dituju, kami melihat prosesi walimah yang berlangsung. Walimahnya tidak terlalu mewah bahkan terkesan sederhana. banyak dari kami yang mengambil posisi duduk di daerah tengah pinggir kanan dari tempat yang sudah disipakan, tampak juga undangan yang hadir baru beberapa.
Tampak juga Ust. Salim datang mengikuti walimah beserta Istrinya. Acara tampaknya sudah dimulai, karena Ukhti Zahrah sudah keluar dengan pakaian terbaiknya, sebuah pakaian berwarna biru muda yang tak menghilangkan esensi menutup aurat dikenakan olehnya. Lucunya banyak diantara kami yang sudah tak sabar ingin melihat siapakah calon suami Ukhti Zahrah. Karena Ukhti Zahrah adalah Bintang kampus kami.
Menurut kabar yang beredar IPnya tak pernah kurang dari 3,7. Selain itu banyak yang mengakui dia cantik dan hampir tak pernah berbicara dengan ikhwan jika tak ada kepentingan yang sangat mendesak. Tak terasa sudah lima menit kami menunggu, dan belum terlihat tanda-tanda kemunculan dari suami Ukhti Zahrah. Lama setelah menunggu ada perasaan sesak yang memenuhi di dadaku. Tak ada yang sadar aku berjalan mendekati pelaminan. Disitu aku melihat Ukhti Zahrah sempat manatap ku dan kembali menundukan mukanya. Tiba-tiba ada rasa takut, sebuah rasa kehilangan yang coba berbicara yang mencoba menyadarkanku bahwa aku menyukainya.
Betapa selama dua tahun belakangan aku harus berbohong menutupi hatiku. Kini dadaku semakin sesak. Berbagai kejanggalan yang kutunjukan ternyata terperhatikan oleh temanku Fadhli. tak terasa sudah dua kali Fadhli mencoba untuk memanggil namaku, sepertinya kakiku dan kesadaranku tak menghiraukan panggilannya.
Aku mencoba semakin mendekat, namun sebelum terlalu dekat Ukhti Zahrah berdiri dan berkata kepadaku, “Maaf, Akhi. Jangan mendekat lagi” dengan suara sedikit kencang tertahan. Aku berhenti sejenak. Aku mencoba menatapnya semakin dalam. Aku merasa ada yang lain ketika ia memandangku. Saat itu Ukhti Zahrah mulai menangis dan terisak. “Jangan menatapku seperti itu.” isaknya kepadaku Aku tak mengerti, ada dorongan lain sehingga aku berani mencoba memegang dan mengambil tangannya.
Ukhti Zahrah kaget, dengan reflek ia mencoba mengambil lagi tangannya yang sudah ku pegang, namun tak bisa. Cengkraman ku terlalu kuat. Banyak dari para undangan kaget melihat kejadian yang aku timbulkan.
Tak ketinggalan teman-teman satu LDK berdiri melihat tingkahku yang tidak biasanya. “ABDUH! JAUHKAN TANGAN KOTORMU DARI ISTRI ORANG” tiba-tiba saja temanku Fadhli berteriak menegangkan suasana.
Pengurus LDK yang lain juga terlihat geram. Suasana menjadi panas. Orang tua dari Ukhti Zahrah menampakan reaksi bingung dengan muka kemerahan, yang mungkin menahan malu. “ABDUH SADAR. MANA RASA MALU ENTE? ENTE PENGURUS LDK, NGAPAIN ENTE DISITU” teriak Fadhli sekali lagi.
Sepertinya suasanya semakin kacau, hadirin mulai ribut. Ditengah keributan suasana yang tak kondusif, tiba-tiba Ukhti Zahrah memeluk ku, dan menangis sesenggukan. Kontan suasana menjadi semakin tak karuan. Orang tua Ukhti Zahrah sudah tak tahu pergi kemana.
Sementara temen-temen LDK tak ada yang berani berbicara karena, perbuatan yang dilakukan oleh Ukhti Zahrah tak jauh berbeda denganku “Maafkan Aku Akh, Aku juga menyukaimu” jawab Ukhti Zahrah dengan jujur.
Hal yang tak kusangka sebenarnya ia juga menyukaiku sama seperti aku menyukainya. Beberapa hadirin membicarakan apa yang baru saja terucap, tak ketinggalan tampak emosi teman sepengurus LDK bercampur aduk karena ucapan tadi. Kali ini Fadhli berusaha tenang dan perlahan menuju tempatku.
Tampak sekali mukanya menunjukan sedih dan juga kecewa dengan kelakuan kami hari ini. “TAHAN” seru Ust. Salim kepada temanku Akh Fadhli. “Sebelum ada yang melakukan tindakan tidak diinginkan, maka saya sedikit ingin menjelaskan bahwa sebenarnya Akh Abduh dan Ukhti Zahrah itu sudah berstatus suami istri.” Wajah-wajah tegang itu masih belum percaya.
“Baik hadirin maupun teman-teman se-LDK sengaja tidak ada yang diberitahu karena ini akan menjadi salah satu kejutan yang memang sudah direncanakan oleh saudara kita Akh Abduh. Mereka menikah lewat tangan saya sendiri baik dokumentasi, surat, serta foto juga masih saya pegang” Ujar Ust. Salim mencoba mengembalikan suasana. Tak perlu dikomando suasana secara perlahan mulai kembali menjadi normal. Meskipun begitu masih ada saja tamu dari undangan yang baru datang bertanya mengenai keributan tadi. Senyuman penuh arti mulai terlihat dibibirku, begitu juga dengan Istriku Ukhti Zahrah. Aku mencoba melihat kearah temen-temen seperjuanganku, dan hadirin. Tampak disitu ada wajah-wajah lega dan wajah-wajah yang cemas. Sepertinya rencanaku hari ini berhasil. Tampak juga atmosfer suasana mulai kembali normal dan berjalan seperti yang sudah direncanakan. ****
Seminggu yang lalu Sore itu sehabis liqo, Ustadz Salim menahanku dan ingin berbicara padaku. Ia berkata bahwa apakah aku ingin menyempurnakan sebagian agamaku atau tidak. Ucapan Ustadz Salim begitu keras menampar, aku merasa seperti di sambar oleh petir. Tak ada kata yang berani aku ucapkan, aku merasa begitu gugu hingga akhirnya aku sendirilah yang menoba untuk memberanikan diriku bertanya kepada Ust. Salim “Maksud Ustadz menikah?” tanyaku hati-hati menyimpulkan pernyataan yang diucapkan oleh Ustadz Salim. “Iya Ana, menawarkan pada Antum untuk menikah.
Menikah diusia muda itu tidak terlarang kan. terlebih Rasulullah dulu juga menikahi Siti Aisyah yang masih muda. Lagi pula, yang Akhwat ini Ustadz dengar satu kampus, dan ingin menikah dengan pemuda yang baik agamanya serta mampu dijadikan imannya.
Terlebih Antum juga sudah mau menyelesaikan skripsi. Ana butuh pendat Antum sore ini sebelum Antum pulang” Jawab Ustadz salim dengan tenang. Aku baru saja sadar. Ternyata memilih pilihan itu begitu sulit, bahkan sangat sulit. Terlebih karena pilihan inilah yang akan menentukan aku dan calon keluargaku kedepannya nanti. “Anu, Ustadz punya CV sang Akhwat?” kataku memberanikan diri namun masih diliputi dengan karaguan
“Gini aja deh, kalau Antum ragu shalat dua rakaat aja dulu, soalnya kalau gak salah CVnya gak kebawa?” kali ini Ustadz salim menjadi lebih lunak dan menawarkankku untuk melakukan shalat istikharah. Kumantapkan niatku untuk mencari keridhaan Allah SWT, aku memohon padanya sebagaimana doa yang sudah Rasulullah ajarkan kepada umatnya. Aku memulai shalatku dengan khusyuk, tak banyak ayat surat yang aku baca, karena setidaknya yang kuharapkan adalah ketenangan. Tak lama Ustadz Salim menungguiku shalat dan berdoa. Seusai shalat aku beranikan, dan kukatakan iya kepada Ustadz salim. Tampak ada senyuman penuh arti yang merekah dibalik usianya yang mulai menua lalu menyuruhku pulang dan mengenakan pakaian terbaikku dan kembali kerumahnya, Aku sungguh tak mengerti.v csxdqqs ****
Suatu hal yang tak aku sangka, sore itu Ustadz Salim menelpon orang tua ku dan mengajakku langsung menuju kerumah sang Akhwat yang ternyata merupakan teman satu kampusku. Orang tua kami sudah mengenal lama dan perkenalan itu tak terlalu lama, karena lebih kearah basa-basi dari dan ke keluarga sang Akhwat. “Jadi kalian berdua sudah saling mengenal?” tanya Ustadz Salim kepada aku dan Ukhti Zahrah
“Sebenarnya tidak” , “Aku hanya mengenal orang tuanya, namun selama aku main ke sini aku tak pernah melihat Ukhti Zahrah” jawabku singkat takut-takut Ustadz Salim akan bertanya hal yang akan aku semakin gorgi, diikuti anggukan dari Ukhti Zahrah.
Selesai dari basa-basi tersebut rupanya keluarga sang Akhwat meminta agar aku menikahi anaknya sore itu juga. Sebuah syarat yang sangat berat menurut aku. Tak banyak yang bisa aku dan keluargaku lakukan. Dan sore itu juga aku menikahi Ukhti Zahrah diikuti beberapa saksi, ketua RT, ketua RW, keluarga kami dan tetangga sekitar.
Selesai dari pernikahan orang tuaku dan orang tua Zahrah sudah memiliki rencana untuk pesta pernikahan kami, namun dengan lembut aku mengatakan bahwa aku juga memiliki rencana pesta namun tanpa undangan dengan harapan pesta itu menjadi kejutan untuk temen-teman di LDK kampusku.
Biodata penulis
Rayhan, seorang remaja kelahiran Padang tepat pada tangal 29 Januari 1993, saat ini sedang menempuh pendidikan dokter di Universitas Abulyatama Aceh. Menyukai dunia kesehatan, dan seni yang berbau musik dan melukis-menggambar dan mendesain. Merupakan salah satu aktivis donor darah, dan pecinta Alam. Bagi ada kritik dan saran silahkan langsung ke email rayhanalka@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar